Selasa, 09 September 2014

Masalah Utama Dalam Regulasi Gas Bumi Indonesia


Dibandingkan dengan negara lain, bahkan negara liberal sekalipun, regulasi Gas Bumi Indonesia adalah merupakan regulasi yang paling memungkinkan timbulnya kegiatan berbiaya tinggi pada rantai transaksi kegiatan usaha gas bumi. Sebab di negara-negara selain Indonesia salah satu tujuan regulasi atau deregulasi adalah memperpendek rantai transaksi kegiatan usaha, sehingga jarak transaksi antara konsumen akhkir dan  produsen gas bumi diupayakan menjadi sependek mungkin, dengan tujuan akhir agar kegiatan usaha gas bumi menjadi efisien.

Di Eropa sekalipun liberal, memonopolikan infrastruktur jaringan pipa gas, adalah praktek yang lazim dan tidak aneh bagi mereka. Bahkan mereka menyatakannya sebagai kegiatan monopoli alamiah (natural monopoly). Sebagai contoh: jaringan pipa gas di Ingris dimonopoli oleh National Grid Plc, di Italia dimonopoli oleh Snam Rate Gas, di Perancis dimonopoli oleh GTR Gaz, di Belanda dimonopoli oleh N.V. Nederlandse Gasunie, dan di Turki dimonopoli oleh Botas,

Uni Eropa yang begitu familier dengan anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, namun melalui EU Gas Directive, malah mengamanatkan tidak semua badan usaha dapat membeli gas bumi langsung dari pemasok/produsen gas. Hanya konsumen  tertentu (disebut sebagai Eligible Consumers) yang boleh membeli gas langsung dari pemasok, yang pada umumnya adalah konsumen dengan tingkat konsumsi besar seperti perusahaan listrik dan industri, yang hanya menggunakan gas untuk kebutuhan sendiri (tidak untuk dijual lagi). Sedangkan Eligible Consumers dari kalangan trader hanyalah perusahaan distribusi gas lokal (Local Distribution Company) yang bertugas melayani konsumen Non-Eligible Consumers (konsumen komersial dan rumah tangga).

Jika demikian, lalu apa yang sebenrnya diliberalisasi di Uni Eropa. Jika dicermati dalam EU Gas Diretive, ada 2 hal utama yang dileberalisasi yaitu: pemasokan gas dan penggunaan kapasitas jaringan pipa.

Liberalisasi Pasokan Gas. Latar belakang pasokan gas di Eropa diliberalkan, karena pemasok gas ke benua Eropa sangat bergam, baik dilihat dari negara dan perusahaan pemasok gas maupun wujud gas yang diimpor ke Eropa. Banyak negara pemasok gas bumi ke Eropa, seperti: Rusia, Norwegia, Algeria, Qatar, Lybia, Mesir, Trinidad Tobago, Peru, Yaman dan lain-lain baik dalam bentuk gas pipa maupun LNG. Dengan sedemikian banyaknya pemasok gas, maka dengan liberalisasi membuat para pemasok saling bersaing sehingga diharapkan harga gas menjadi lebih murah.

Liberalisasi Penggunaan Kapasitas Jaringan Pipa Gas. Sebagaimana telah diutarakan di depan, usaha jaringan pipa gas bumi bersifat monopoli alamiah, sehingga jaringan pipa gas bumi di Eropa khususnya pipa transmisi dimonopoli oleh satu perusahaan besar saja yang dulunya merupakan perusahaan milik negara. Dalam rangka menunjang agar para pemasok gas dapat menjual gas secara langsung kepada konsumen akhir (Eligible Consumer), maka penggunaan atau kapasitas pipa gas yang notabene dimonopoli oleh satu perusahaan harus dibuka agar dapat dipergunakan secara bersama sama (third party access atau open access) oleh para pemasok gas maupun para Eligible Consumer.

Itulah liberalisasi Eropa, yang terstruktur, logic, dan semata untuk tujuan efisiensi, serta kepentingan masyarakat, bukan untuk memperbanyak badan usaha yang mengakibatkan rantai usaha menjadi panjang. Oleh karena itu, di Eropa tidak ada jaringan pipa gas yang tumpang tindih sebagaimana di Indonesia. Selain itu harga gas bumi sampai di masyarakatpun tidak beragam, sebab penyeragaman harga tersebut dapat dilakukan karena: menerapkan monopoli terhadap kepemilikan jaringan pipa melalui exclusive right, meliberalisasi penggunaan (kapasitas) pipa yang dikenal dengan third party access atau open access, dan meliberalisasi atau mengkompetisikan para pemasok gas, serta menerapkan adanya Eligible Consumers yaitu konsumen tertentu yang diperbolehkan membeli gas langsung dari pemasok. Dengan demikian waluapun Eropa adalah bagian dari negara liberal, adalah tidak mudah untuk menjadi pemain gas baru disana. Secara skematik liberalisasi Gas Bumi di Eropa dapat diterangkan melalui Gambar-1, berikut
 

Hal ini berbeda dengan kita di Indonesia yang Pancasila yang seharusnya lebih mementingkan kepentingan rakyat dari pada kepentingan pemilik modal. Di Indonesia jauh lebih mudah menjadi pemain gas baru, terbukti dengan makin banyaknya trader. Tidak seperti di Eropa, dimana hanya Eligible Consumers (konsumen besar untuk kebutuhan sendiri dan perusahaan distribusi gas) yang boleh membeli gas bumi dari pemasok. Di Indonesia siapapun boleh membeli gas bumi dari para pemasok gas (dalam hal ini adalah KKKS), dan proses penentuan pembeli gas dari pemasokpun tidak transparan. Dengan penentuan pembeli gas bumi dari pemasok yang ditentukan secara sepihak, tentu menimbulkan sulitnya pengaturan gas bumi di sektor hilir. Prinsip-prinsip monopoli alamiah untuk efisiensi, penyeragaman harga dan kepentingan rakyat menjadi sulit diterapkan. Alhasil, memungkinkan di satu kota terdapat banyak perusahaan distribusi gas, selain itu banyak terjadi trader yang telah mendapatkan pasok gas dari KKKS tidak mampu mendistribusikan gasnya kepada konsumen akhir, sehingga terpaksa menjual gasnya kepada trader yang lain, oleh karena itu timbullah transaksi trader bertingkat tingkat yang menyebabkan inefisiensi dan tambahan biaya yang sebenarnya tidak perlu.

Liberalisasi infrastruktur jaringan pipa juga melebihi Eropa, dimana di Eropa memegang teguh prinsip natural monopoly dimana pengembangan jaringan pipa diprioritaskan kepada perusahaan existing yang notabene dulunya merupakan perusahaan milik negara yang diperkuat monopolinya melalui exclusive right. Di Indonesia siapapun boleh mengembangkan atau membangun jaringan pipa, tanpa mempedulikan  efisiensi, sehingga perusahaan negara seperti Pertamina dan PGN pun sulit mengembangkan jaringannya karena terbentur dengan regulasi. Sebagai ilustrasi, bagaimana seharusnya pengembangan jaringan pipa gas yang mengikuti kaedah efisiensi, dapat dijelaskan melalui Gambar-2.

Pada Gambar-2 berikut, Badan Usaha X mempunyai jaringan pipa gas existing (warna merah), dimana menyalurkan gas dari titik pasok A dan B. Sedangkan pipa putus-putus warna hitam menunjukkan rencana pembangunan jaringan pipa. Jika sumber pasokan gas yang diperuntukkan kepada rencana pengembangan jaringan pipa tersebut adalah berasal dari sumber gas A dan B atau terletak di sebelah Barat, tentu akan lebih efisien jika Badan Usaha Existing X yang mengembangkan. Dengan demikian rencana jaringan tersebut tidak perlu dilelang atau dikompetisikan, melainkan wajib dikembangkan oleh Badan Usaha Existing X, karena pasti akan lebih efisien.

 
 
Untuk membuktikan tatakelola gas bumi di Indonesia lebih liberal dari Eropa, Tatakelola gas bumi di Indonesia sebagaimana diilustrasikan pada Gambar-3 berikut dapat dibandingkan dengan tatakelola gas bumi di Eropa sebagaimana telah diilustrasikan pada Gambar-1 sebelumnya.


Peringkat Liberalisasi Gas Bumi
Dengan mempelajari liberalisasi gas bumi di berbagai negara, maka 3 nurutan Peringkat Liberalisasi gas bumi di dunia adalah sebagai berikut:
1.    Peringkat Pertama adalah Inggris Raya
2.    Peringkat Kedua adalah Amerika Utara (Kanada dan Amerika Serikat)
3.    Peringkat Ketiga adalah Uni Eropa
Inggris Raya
Inggris merupakan negara peringkat pertama dalam liberalisasi gas bumi. Di Ingris pipa transmisi gas dimonopoli oleh National Grid Plc, dan pada masing-masing negara anggota Inggris Raya, jaringan pipa distribusi dimonopoli oleh hanya satu perusahaan. Dengan termonopolinya jaringan pipa gas, maka Inggris dapat memisahkan kegiatan pengangkutan dan niaga gas secara kepemilikan (ownership unbundling). Jaringan pipa gas di Inggris dapat digunakan oleh siapa saja dengan prinsip common carriage, dimana setiap shipper mempunyai hak yang sama, tidak seperti prinsip open access dimana menganut prinsip first come first serve.
Amerika Utara
Hingga saat ini, di Amerika Serikat, pemilik jaringan pipa distribusi lokal (LDC) tetap menerapkan harga bundle (toll fee + komiditas) kepada pelanggan, meskipun di beberapa negara bagian telah melakukan unbundling pada jaringan distribusi sehingga LDC hanya menawarkan ongkos transportasi (toll fee) saja pada jaringannya. Artinya di Amerika Serikat masih ada perusahaan distribusi gas bumi yang melakukan 2 kegiatan sekaligus yaitu pengangkutan dan niaga, dengan hanya menerapkan pemisahan pembukuan (accounting unbundling), meskipun dibeberapa negara bagian telah menerapkan pemisahan secara perusahaan (legal unbundling). Jaringan pipa di Amerika Serika dapat digunakan oleh siapapun dengan prinsip open access, belum mencapai prinsip common carriage sebagaimana di Inngris.
Uni Eropa
Hampir sama dengan Amerika Utara, kecuali bahwa jringan pipa dapat dimanfaatkan oleh para shippers melalui prinsip third party access. Sedangkan pemisahan antara kegiatan pengangkutan dan niaga dipisahkan secara bertahap melalui tahapan: accounting unbundling, functional unbundling, legal unbundling dan ownership unbundling. Sebagaimana diamantkan dalam EU Gas Directive 3, target akhir pemisahan pada jaringan pipa distribusi adalah legal unbundling, sedangkan pada pipa transmisi adalah ownership unbundling.
Apa sebenarnya yang ingin saya sampaikan dengan sedikit mengulas peringkat liberalisasi gas bumi. Saya hanya pingin menyatakan: kalau melihat tatakelola gas bumi Indonesia saat ini sepertinya ingin langsung ke peringkat satu yaitu Inggris. Tetapi lupa bahwa kondisi Ingris jauh berbeda dengan Indonesia. Perbedaan yang mendasar adalah: pertama, di Inggris jaringan pipa baik pipa transmisi dan distribusi dimonopoli oleh satu perusahaan pada setiap negara, kedua, yang dileberalisasi adalah pemasok gas dan kapasitas pipa gas.
Seharusnya, liberalisasi ya bertahap, bagaikan kita sekolah mulai dari kelas 1 dan selanjutnya. Jangan dong ujug-ujug langsung ke kelas tiga meniru Inggris, hanya karena konseptornya belajar di Inggris. Tentu lebih masuk akal kalau meniru Uni Eropa yang masih kelas 1, bahkan mungkin dari kelas 0 dulu, yaitu negara-negara berkembang seperti: india, china atau Malaysia.
Demi kemakmuran bangsa, demi tegaknya Pancasila, demi keadilan, regulasi gas bumi harus diubah, disesuaikan dengan konstitusi, yang berpihak kepada rakyat, bukan kepada para pengusaha.

 

 

Tidak ada komentar: