Sabtu, 07 Juni 2014

GAS MANAGEMENT SYSTEM (GMS) PADA PENGOPERASIAN PIPA GAS BUMI SECARA OPEN ACCESS (Bagian - 1)



  

 


Gambar 3-9: Kurva  parabolik tekanan gas dari gas yang sedang mengalir di dalam pipa


















 






 

Apabila pada suatu receipt point digunakan oleh lebih dari satu shipper;
Bagi shipper dalam shiper group, yang mempunyai Shipper Availability lebih kecil dari Initial Rate in Force maka shipper tersebut disebut sebagai Unavailable Shipper, dan Subsequent Rate in Force bagi shipper tersebut adalah:
Persamaan 3-23
Subsequent Rate in Force = Shipper-Availability
Selisih antara Shipper Availability  dan Initial Rate in Force bagi Unavailable Shipper disebut sebagai Shipper Unavailability Quantity
Persamaan 3-24
Shipper Unavailability Quantity = Shipper Availability - Initial Rate in Force



Subsequent Rate in Force Shipper-A = Shipper-A Availability = 100,000 MMBtu

Sedangkan besar Unavailability Quantity Shipper-A adalah Shipper-A Availability dikurangi Initial Rate in Force Shipper-B, dengan demikian maka besar Unavailability Quantity Shipper-A, adalah:

Unavailability Quantity Shipper-A = 102,677 - 100,000 = 2,677 MMBtu

Mari kita lihat keadaan shipper lain dalam Shipper Group AB yaitu Shipper-B. Tidak seperti Shipper-A, besar Initial Rate in Force Shipper-B yaitu 104,730 MMBtu lebih kecil dari Shipper-B Availability yaitu 108,650 MMBtu, dengan demikian maka Shipper-B disebut sebagai Availability Shipper.

Mengingat bahwa pada shipper group tersebut hanya terdiri atas Shipper-A dan Shipper-B saja, maka Unavailability Quantity Shipper-A ditanggung semua oleh Shipper-B. Perhutungan Subsequent Rate in Force Shipper-B adalah sebagai berikut:

Hal yang sama juga terjadi pada Shipper Group DE, dimana Shipper-D mengalami Unavailability Shipper sedangkan Shipper-E merupakan Availability Shipper. Dengan cara yang sama maka:

Hasil perhitungan Subsequent Rate in Force seluruh shipper ditunjukkan pada Tabel 3-22 berikut.


4.1.3   Shipper Forecasted Fuel Gas
Transporter wajib memperkirakan jumlah fuel gas (Forcasted Fule Gas) pada setiap alat ukur pengukuran volume fuel gas (Fuel Gas Meter) yang terpasang pada setiap peralatan atau stasiun yang menggunakan gas sebagai bahan bakar, misalnya pada stasiun kompresor. Perkiraan jumlah fuel gas ini dapat menggunakan data penggunaan fuel gas sebelumnya atau berdasarkan disain peralatan yang menggunakan fuel gas tersebut.

Forecasted Fuel Gas di setiap Fuel Gas Meter wajib dibagikan kepada setiap shipper yang mengalirkan gas bumi melalui peralatan yang membutuhkan fuel gas tersebut, sesuai dengan proporsi Subsequent Rate in Force (dalam satuan volume) masing-masing shipper dengan total Subsequent Rate In Force dari seluruh shipper yang mengalirkan gas bumi melalui peralatan tersebut.
Contoh 3-11
Misalkan perkiraan kebutuhan fuel gas (forecasted fuel gas) pada stasiun kompresor sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3-14 untuk operasi tanggal 1 Agustus 2013 adalah sebesar 3.64 MMscf. Tentukan jatah shipper forcasted fuel gas setiap shipper untuk perencanaan operasi tanggal 1 Agustus 2013.

Penyelesaian
Pertama kita harus mengkonversikan Subsequent Rate in Force pada Contoh-3-10 kedalam satuan volume, dengan menggunakan data nilai kalori gas bumi dari masing-masing shipper. Perhitungan Subsequent Rate in Force dalam volume sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3-23.


Dengan menggunakan persamaan 3-26, maka dapat dihitung jatah shipper forcasted fuel gas setiap shipper untuk perencanaan operasi tanggal 1 Agustus 2013, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3-24.


4.1.4   Rate In Force

Rate in Force bagi suatu Shipper adalah Shipper Subsequent Rate in Force dari shipper tersebut ditambah dengan Shipper Forecast Fuel Gas.
Persamaan 3-27
Rate in Force = Shipper Subsequent Rate in Force + Shipper Forecasted Fuel Gas

Contoh 3-12

Setelah dapat diketahui jatah shipper forecasted fuel gas sebagaimana telah dihitung pada Contoh 3-11, tentukan Rate in Force masing-masing shipper tersebut.
Penyelesaian
Rate in Force dihitung dengan menggunakan persamaan 3-27, dan hasil perhitungannya ditunjukkan pada Tabel 3-25 berikut.



4.1.5   Final Rate In Force

Apabila suatu receipt point hanya digunakan oleh satu shipper, maka Final Rate in Force, dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
Persamaan 3-28
Apabila Shipper Availability lebih besar dari Rate in Force, maka:
Final Rate in Force = Rate in Force
Persamaan 3-29
Apabila Shipper-Availability lebih kecil dari Rate in Force, maka:
Final Rate in Force = Shipper Availability
Apabila pada suatu receipt point merupakan kumpulan shipper (Shipper Group) yang menggunakan fasilitas receipt point tersebut maka Final Rate in Force, dihitung dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut:
Bagi shipper dalam shiper group, yang Shipper-Availability-nya lebih kecil dari Rate in Force maka shipper tersebut disebut sebagai Unavailable Shipper, dan Final Rate in Force bagi shipper tersebut adalah:
Persamaan 3-30
Final Rate in Force = Shipper Availability
Selisih antara Rate in Force dengan Shipper-Availability dari shipper sebagaimana dimaksud pada butir (a) disebut kekurangan atau Shipper Unavailability Quantity
Persamaan 3-31
Shipper Unavailability Quantity = Rate in Force – Shipper Availability
Shipper Unavailability Quantity yang dihitung dengan menggunakan Persamaan 3-31, dibebankan kepada shipper dalam Shipper Group tersebut yang mempunyai Shipper-Availability lebih besar dari Rate in Force (disebut sebagai Available Shipper), berdasarkan Shipper Proportion.









(Bersambung ke Bagian-2)

Tidak ada komentar: