Gambar 3-9: Kurva parabolik tekanan gas dari gas yang sedang mengalir di dalam pipa
Apabila pada suatu receipt point digunakan oleh lebih dari
satu shipper;
Bagi shipper dalam shiper group, yang mempunyai Shipper
Availability lebih kecil dari Initial
Rate in Force maka shipper tersebut disebut sebagai Unavailable Shipper, dan Subsequent
Rate in Force bagi shipper tersebut adalah:
Persamaan 3-23
Subsequent Rate in Force = Shipper-Availability
Selisih antara Shipper Availability dan Initial
Rate in Force bagi Unavailable Shipper
disebut sebagai Shipper Unavailability
Quantity
Persamaan 3-24
Shipper Unavailability Quantity = Shipper
Availability - Initial
Rate in Force
|
Subsequent Rate in Force Shipper-A = Shipper-A Availability = 100,000
MMBtu
|
Sedangkan
besar Unavailability Quantity Shipper-A adalah
Shipper-A Availability dikurangi Initial
Rate in Force Shipper-B, dengan demikian maka besar Unavailability Quantity Shipper-A, adalah:
Unavailability Quantity
Shipper-A = 102,677 - 100,000 = 2,677 MMBtu
|
Mari kita lihat keadaan shipper
lain dalam Shipper Group AB yaitu
Shipper-B. Tidak seperti Shipper-A, besar Initial
Rate in Force Shipper-B yaitu 104,730 MMBtu lebih kecil dari Shipper-B Availability yaitu 108,650
MMBtu, dengan demikian maka Shipper-B disebut sebagai Availability Shipper.
Mengingat
bahwa pada shipper group tersebut
hanya terdiri atas Shipper-A dan Shipper-B saja, maka Unavailability Quantity Shipper-A ditanggung semua oleh Shipper-B.
Perhutungan Subsequent Rate in Force
Shipper-B adalah sebagai berikut:
Hal yang sama juga terjadi pada Shipper Group DE, dimana Shipper-D
mengalami Unavailability Shipper
sedangkan Shipper-E merupakan Availability
Shipper. Dengan cara yang sama maka:
Hasil perhitungan Subsequent Rate in Force seluruh shipper ditunjukkan pada Tabel 3-22 berikut.
4.1.3 Shipper Forecasted Fuel Gas
Transporter
wajib memperkirakan jumlah fuel gas (Forcasted Fule Gas) pada setiap alat
ukur pengukuran volume fuel gas (Fuel Gas Meter) yang terpasang pada
setiap peralatan atau stasiun yang menggunakan gas sebagai bahan bakar,
misalnya pada stasiun kompresor. Perkiraan jumlah fuel gas ini dapat
menggunakan data penggunaan fuel gas
sebelumnya atau berdasarkan disain peralatan yang menggunakan fuel gas tersebut.
Forecasted Fuel Gas di setiap Fuel Gas Meter wajib dibagikan kepada
setiap shipper yang mengalirkan gas
bumi melalui peralatan yang membutuhkan fuel
gas tersebut, sesuai dengan proporsi Subsequent
Rate in Force (dalam satuan volume) masing-masing shipper dengan total Subsequent
Rate In Force dari seluruh shipper yang mengalirkan gas bumi melalui
peralatan tersebut.
Contoh 3-11
Misalkan perkiraan
kebutuhan fuel gas (forecasted fuel gas)
pada stasiun kompresor sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3-14 untuk operasi
tanggal 1 Agustus 2013 adalah sebesar 3.64 MMscf. Tentukan jatah shipper forcasted fuel gas setiap
shipper untuk perencanaan operasi tanggal 1 Agustus 2013.
Penyelesaian
Pertama
kita harus mengkonversikan Subsequent
Rate in Force pada Contoh-3-10 kedalam satuan volume, dengan menggunakan
data nilai kalori gas bumi dari masing-masing shipper. Perhitungan Subsequent Rate in Force dalam volume
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3-23.
Dengan menggunakan persamaan 3-26, maka dapat dihitung jatah shipper forcasted fuel gas setiap shipper untuk perencanaan operasi tanggal 1 Agustus 2013, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3-24.
4.1.4 Rate In Force
Rate in Force bagi suatu Shipper adalah Shipper
Subsequent Rate in Force dari shipper tersebut ditambah dengan Shipper Forecast Fuel Gas.
Persamaan 3-27
Rate
in Force = Shipper Subsequent Rate in Force + Shipper Forecasted Fuel Gas
|
Contoh 3-12
Setelah
dapat diketahui jatah shipper forecasted
fuel gas sebagaimana telah dihitung pada Contoh 3-11, tentukan Rate in Force masing-masing shipper
tersebut.
PenyelesaianRate in Force dihitung dengan menggunakan persamaan 3-27, dan hasil perhitungannya ditunjukkan pada Tabel 3-25 berikut.
4.1.5 Final Rate
In Force
Apabila suatu receipt point hanya digunakan oleh
satu shipper, maka Final Rate in Force, dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut:
Persamaan 3-28
Apabila Shipper Availability lebih besar dari Rate in Force, maka:
Final Rate in Force = Rate in Force
Persamaan 3-29
Apabila Shipper-Availability lebih kecil dari Rate in Force, maka:
Final Rate in Force = Shipper Availability
|
Apabila pada suatu receipt point merupakan kumpulan shipper (Shipper Group) yang menggunakan fasilitas receipt point tersebut maka Final
Rate in Force, dihitung dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut:
Bagi shipper dalam shiper group, yang Shipper-Availability-nya
lebih kecil dari Rate in Force maka
shipper tersebut disebut sebagai Unavailable
Shipper, dan Final Rate in Force
bagi shipper tersebut adalah:
Persamaan 3-30
Final Rate in Force = Shipper Availability
Selisih antara Rate in Force dengan Shipper-Availability
dari shipper sebagaimana dimaksud pada butir (a) disebut kekurangan atau Shipper Unavailability Quantity
Persamaan 3-31
Shipper Unavailability Quantity =
Rate in Force – Shipper Availability
Shipper Unavailability Quantity yang dihitung dengan
menggunakan Persamaan 3-31, dibebankan kepada shipper dalam Shipper Group tersebut yang mempunyai Shipper-Availability lebih besar dari Rate in Force (disebut sebagai Available Shipper), berdasarkan Shipper Proportion.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar