Sabtu, 14 Juni 2014

TEORI DASAR TARIF PENGANGKUTAN GAS BUMI MELALUI PIPA (TOLL FEE)


TEORI DASAR TARIF PENGANGKUTAN GAS BUMI
MELALUI PIPA (TOLL FEE)
Sri Wahyu Purwanto


1.                 Pendahuluan
Kegiatan usaha gas bumi, adalah merupakan jenis kegiatan prasarana umum (public utilities), yang didalamnya mengandung kegiatan yang tepat untuk dilaksanakan secara monopoli dan kegiatan kegiatan yang potensial untuk dikompetisikan. Oleh sebab itu dalam pelaksanaannya membutuhkan penerapan 2 paham ekonomi secara bersamaan, yaitu ekonomi regulasi (economic regulation) dan ekonomi liberal (economic liberalism),  dengan tujuan untuk mengefisiensikan kegiatan usaha tersebut dan melindungi kepentingan masyarakat.
Di negara-negara liberal sekalipun, seperti Eropa dan Amerika, ekonomi regulasi tetap dipertahankan untuk kegiatan usaha yang terkait dengan prasarana umum. Sementara itu, jika dalam kegiatan prasarana umum tersebut, terdapat jenis kegiatan usaha yang potensial untuk dikompetisikan, barulah kegiatan tersebut diliberalisasi, namun dengan catatan bahwa masyarakatnya telah memiliki kekuatan menawar (bargaining power) atas komoditas yang akan diliberalisasi tersebut.

Kegiatan usaha penyediaan infrastruktur jaringan pipa gas atau kegiatan usaha pengangkutan gas melalui pipa, adalah merupakan kegiatan usaha yang bersifat monopoli alamiah (natural monopoly), sedangkan kegiatan pemasokan dan perniagaan gas bumi adalah merupakan kegiatan yang potensial untuk dikompetisikan.
Sebelum lebih jauh membahas tentang kedua jenis kegiatan tersebut, sepertinya perlu untuk mengingat kembali tentang pengertian ekonomi liberal dan ekonomi regulasi.
Ian Adam, 2001, mengatakan: Ekonomi liberal, juga dikenal sebagai liberalisme fiskal, adalah keyakinan ideologis dalam mengatur perekonomian pada garis individualis, yang berarti bahwa kemungkinan terbesar keputusan ekonomi dibuat oleh individu, bukan oleh institusi atau organisasi.
Liberalisme ekonomi sering dikaitkan dengan dukungan untuk pasar bebas dan kepemilikan pribadi atas barang modal, dan biasanya berlawanan dengan ideologi serupa seperti liberalisme sosial dan demokrasi sosial, yang umumnya mendukung bentuk-bentuk alternatif kapitalisme seperti kapitalisme kesejahteraan, kapitalisme negara atau ekonomi campuran. Liberalisme ekonomi juga berlawanan dengan proteksionisme dikarenakan dukungannya terhadap perdagangan bebas dan pasar terbuka. Secara historis, liberalisme ekonomi menentang prinsip ekonomi non-kapitalis, seperti sosialisme, sosialisme pasar dan ekonomi yang terencana. (Brown, Wendy, 2005)
Ekonomi Regulasi diperlukan manakala kompetisi tidak memungkinkan atau tidak cukup untuk melindungi kepentingan masyarakat. Hal ini sering terjadi dalam industri prasarana umum yang dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat luas seperti: jaringan pipa gas bumi, jaringan kabel listrik, jaringan kabel telpon dan jaringan pipa air minum. Industri prasarana umum pada umumnya membutuhkan biaya yang besar dan beresiko tinggi sehingga menjadi lebih efisien apabila dilakukan oleh satu perusahaan saja pada suatu wilayah tertentu. Oleh karena itulah, industri prasarana umum tersebut dikatakan sebagai kegiatan usaha yang bersifat monopoli alamiah. (Commission for Energy Regulation, CER, Maret 2003)
Monopoli alamiah memiliki potensi penyalahgunakan posisi dominan, apabila tidak diatur (regulated). Perusahaan dapat memaksimalkan keuntungan setinggi mungkin dengan menetapkan tarif atau harga di atas biaya yang sebenarnya. Tarif yang tinggi tidak hanya menyebabkan perusahaan mendapatkan keuntungan lebih tinggi dari sewajarnya, namun mengakibatkan tarif yang diterapkan tidak sesuai dengan willingness to pay dari para konsumen. Ketidaksesuaian antara besaran tarif yang diterapkan perusahaan dengan willingness to pay konsumen, dikatakan sebagai hilangnya potensi manfaat bagi masyarakat, yang kemudian disebut sebagai mengurangi efisiensi ekonomi. (Commission for Energy Regulation, CER, Maret 2003)
Setelah sedikit menyinggung tentang pengertian ekonomi regulasi dan ekonomi liberal, dan kenyataan bahwa pada kegiatan usaha gas bumi terdapat dua jenis kegiatan yaitu kegiatan yang bersifat monopoli yaitu kegiatan usaha infrastruktur gas bumi dan kegiatan yang berpotensi untuk dikompetisikan yaitu kegiatan perdagangan dan perniagaan komoditas gas bumi, maka makin mudah untuk dimengerti jika kegiatan infrastruktur hendaknya diperlakukan secara ekonomi regulasi, sedangkan kegiatan pemasokan dan perdagangan komoditas gas bumi dapat diperlakukan secara ekonomi liberal jika masyarakat telah memiliki kekuatan menawar terhadap komoditas yang diperdagangkan tersebut.
Singkatnya kegiatan usaha infrastruktur harus diatur atau di-regulasi, sedangkan kegiatan usaha komoditas dapat dikompetisikan atau di-deregulasi sepanjang masyarakat telah memiliki kukuatan menawar terhadap komoditas tersebut.
Andrej Juris, 1998, mengatakan: Tujuan utama deregulasi industri gas bumi adalah meliberalisasi perdagangan dan pemasokan gas bumi (natural gas trading and supply), karena kedua kegiatan tersebut berpotensi untuk dapat dikompetisikan. Selain itu, tujuan lain dari deregulasi adalah meningkatkan pengawasan dan pengaturan terhadap kegiatan usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa yang secara alami adalah merupakan kegiatan yang bersifat monopoli alamiah.
Sebagaimana telah dijelaskan didepan, bahwa liberalisasi atau deregulasi kegiatan usaha gas bumi adalah meliberalisasi kegiatan pemasokan dan perniagaan gas bumi, yang mana kedua kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang potensial untuk dikompitisikan. Sedangkan kegiatan transportasi atau pengangkutan gas bumi justru harus diataur atau diregulasi karena kegiatan tersebut bersifat monopoli alamiah yang sulit untuk dikompetisikan. Monopoli alamiah (natural monopoly) pada kegiatan pengangkutan gas bumi, mengandung pengertian, bahwa  pengadaan infrastruktur jaringan pipa gas bumi yang sifatnya sambung menyambung, akan jauh lebih efisien [ditinjau dari sisi biaya modal (capex) dan biaya operasi (opex)], jika hanya dilakukan oleh satu Badan Usaha saja, ketimbang dilakukan oleh lebih dari satu badan usaha, sehingga pendatang baru pasti akan selalu kalah berkompetisi dengan Badan Usaha incumbent. Oleh karena itu secara alamiah Badan Usaha incumbent akan menguasai kegiatan usaha pengangkutan pada suatu wilayah jaringan pipa gas bumi. Kompetisi terhadap kegiatan pengangkutan gas bumi, hanya bisa dilakukan pada suatu wilayah kosong yang belum ada infrastruktur jaringan pipanya, dan dalam pembangunan jaringan di wilayah kosong tersebut tidak terkoneksi dengan jaringan pipa existing milik Badan Usaha incumbent.
Dengan demikian, karena jaringan pipa tersebut secara alami termonopoli oleh satu Badan Usaha saja, maka dalam rangka mencegah abuse of power dari perusahaan pemilik jaringan tersebut, maka keuntungan atau pendapatan perusahaan pemilik jaringan tersebut perlu diatur atau dibatasi melalui penetapan besaran tarif (toll fee) yang ditetapkan oleh suatu Badan Pengatur (Regulator). Pemilik jaringan pipa gas tidak dapat menerapkan tarif seenaknya sendiri meskipun pemilik jaringan tersebut menguasai atau memonopoli jaringan yang dimaksud.
Selain menetapkan besaran tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa, Regulatur juga mengatur agar penggunaan jaringan pipa gas tersebut dapat digunakan oleh perusahaan lain selain perusahaan pemilik jaringan pipa itu sendiri, ini dikenal dengan istilah third party access. Selanjutnya, apabila telah memungkinkan dengan catatan tidak menghambat efisiensi, maka third party access dapat ditingkatkan menjadi open access untuk menghindari praktek diskriminasi dimana pemilik pipa lebih mementingkan pengangkutan gas miliknya sendiri dari pada milik orang atau perusahaan lain.
Dalam rezim open access ini pemilik jaringan pipa hanya bertindak sebagai transporter saja, yaitu hanya menyediakan jasa pengangkutan, sedangkan yang menggunakan pipa adalah sejumlah pemakai pipa (shippers) yang terdiri dari perusahaan pemasok dan perusahaan niaga gas bumi.
Sebagaimana telah disinggung didepan, mengingat jaringan pipa gas bumi secara alami termonopoli oleh satu Badan Usaha saja (natural monopoly), maka dalam rangka mencegah abuse of power dari perusahaan pemilik jaringan tersebut, maka keuntungan atau pendapatan perusahaan pemilik jaringan yang dimaksud perlu diatur atau dibatasi melalui penetapan besaran tarif (toll fee) yang ditetapkan oleh suatu Badan Pengatur (Regulator). Pemilik jaringan pipa gas tidak dapat menerapkan tarif seenaknya sendiri meskipun pemilik jaringan tersebut menguasai atau memonopoli jaringan yang dimaksud.
Pembatasan pendapatan (revenue requirement) terhadap transporter dari tarif yang ditetapkan oleh Regulator, pada umumnya dilakukan dengan membatasi IRR (Internal Rate of Return) yang besarnya sama dengan WACC (Weighted Average Cost of Capital)

2.  Jenis-jenis Tarif Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa

Dalam kegiatan pengangkutan gas bumi, dikenal beberapa jenis sistem tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa, yaitu distance tariff, postage stamp tariff, dan entry-exit tariff.
2.1  Distance Tariff
Distance tariff atau terkadang disebut point-to-point tariff, adalah tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa yang besarnya bervariasi tergantung pada jalur kontrak yang diambil antara satu entry point (lokasi dimana gas bumi diijeksikan kedalam sistem perpipaan) dan satu exit point (lokasi dimana gas bumi dikeluarkan dari sistem perpipaan). Metodologi ini secara umum menerapkan tarif yang besarnya ditentukan berdasarkan jarak (distance–related tariff) antara entry point dan exit point. Perhatikan Gambar 2-1 untuk penjelasan.


Penjelasan:
Pipa transmisi gas bumi milik suatu transporter telah ditetapkan tarifnya oleh Regulator berdasarkan distance tariff, yaitu untuk tarif pengangkutan dari titik A ke titik B sebesar USD 0.50/Mscf, dan tarif dari titik B ke titik C sebesar USD 0.40/Mscf.
Pipa transmisi tersebut digunakan oleh 2 buah shipper, yaitu shipper-1 dan shipper-2. Shipper-1 memasaukkan gas kedalam sistem perpipaan gas pada Entry Point-A, dan mengeluarkan gas masing-masing pada Exit Point-B dan Exit Point-C, sedangkan shipper-2 memasukkan gas kedalam sistem perpipaan pada Entry point-B dan mengeluarkan gas pada Exit point-C.
Dengan demikian shipper-1, membayar tarif sebesar USD 0.50/Mscf untuk gas yang dikeluarkan pada Exit point-B, dan membayar tarif sebesar USD 0.90/Mscf untuk gas yang dikeluarkan pada Exit point-C.
Sedangkan shipper-2, hanya membayar USD 0.40/Mscf untuk gas bumi yang dimasukkan pada Entry point-B dan dikeluarkan pada Exit point-C.

2.2   Postage Stamp Tariff

Postage stamp tariff, adalah jenis tarif untuk mengatasi adanya back haul contract yaitu kontrak pengangkutan gas dalam arah yang berlawanan dengan arah aliran fisik gas bumi dalam pipa. Dalam hal ini exit point (titik serah) dimana gas dikeluarkan dari pipa gas letaknya didepan entry point (titik terima) dimana gas dimasukkan ke dalam pipa, sehingga penyaluran gas berlawanan dengan arah fisik aliran gas di dalam pipa. Untuk memahami back haul contract ini, perhatikan Gambar 2-2 berikut:



Penjelasan:
Pada Gambar 2-2 diatas, terdapat pipa transmisi gas bumi yang arah aliran fisik gasnya adalah dari A ke D.

Shipper-1 memasukkan gas yang berasal dari Sumber Gas Shipper-1, kedalam pipa transmisi pada titik A, untuk memasok gas kepada Pembeli Gas Shipper-1 di titik D.

Sedangkan, Shipper-2 memasukkan gas yang berasal dari Sumber Gas Shipper-2, kedalam pipa transmisi pada titik B untuk memasok gas kepada Pembeli Shipper-2 di titik B.

Secra fisik, tentu tidak mungkin gas bumi milik shipper-2 mengalir dari titik C ke titik B, yang terjadi Pembeli Gas Shipper-2 akan memperoleh gas bumi dari Shipper-1, demikian juga Pembeli Gas Shipper-1 akan memperoleh gas bumi dari Shipper-2.

Kejadian yang dialami oleh Sihpper-2, dimana dia melakukan kontrak pengangkutan gas dalam arah yang berlawanan dengan arah aliran fisik gas bumi dalam pipa ini disebut sebagai back haul contract.

Dalam hal adanya back houl contract, maka jenis tarif berdasarkan jarak (distance tarif) menjadi tidak relevan digunakan karena membingungkan jarak mana yang mesti diacu. Dilihat dari lokasi Sumber Gas Shipper-2 dan lokasi Pembeli Gas Shipper-2, maka panjang jarak antara dua lokasi tersebut adalah B-C. Padahal secara fisik gas yang diterima oleh Pembeli Gas Shipper-2 adalah berasal dari Sumber Gas Shipper-1 yang jarak antara keduanya adalah A-B. Dengan demikian jarak yang mana yang harus diacu untuk menetapkan tarif berdasarkan distance tariff, apakah panjang B-C atau A-B.

Demikian juga terhadap Shipper-1, Pembeli Gas Shipper-1 tidak mendapatkan gas dari Shipper-1 melainkan dari Shipper-2, sehingga jika tarif ditentukan berdasarkan distance tariff, maka panjang pipa mana yang harus diacu, apakah panjang pipa A-D atau C-D.

Untuk mengatasi kebingungan terhadap tarif yang ditentukan berdasarkan jarak dalam kasus back houl contract ini, kemudian muncul jenis tarif baru yang disebut sebagai postage stamp tarif. Dalam postage stamp tarif, tarif pengangkutan adalah seragam atau sama tidak tergantung dari jarak, lokasi entry point, dan lokasi exit point.
2.3    Enty-exit Tariff

Kian lama jaringan pipa gas bumi menjadi kian komplek, ruas-ruas pipa saling terkoneksi membentuk jaringan pipa looping, gas bumi yang diambil oleh para shipper atau offtaker belum tentu berasal dari pengirim yang terdefinisi dalam kontrak antara pemasok gas dengan para shipper dan offtaker-nya. Gas yang diterima shipper maupun offtaker bisa saja berasal dari pemasok berbeda yang tidak terdefinisi dalam kontrak. Dengan demikian muncullah jenis tarif baru yang dikenal dengan istilah Entry-exit Tariff.
Entry-exit tariff adalah jenis tarif yang mana shipper dikenai entry tarif yaitu biaya tarif untuk memasukkan gas pada suatu entry point dalam sistem jaringan pipa gas, dan exit tarif yaitu biaya tarif dikenakan untuk mengeluarkan gas pada suatu exit point dalam jaringan pipa gas. Dalam suatu zona jaringan pipa gas, besar entry tarif pada masing-masing entry point bisa beragam, sedangkan besar exit tarif pada setiap exit point pada umumnya sama. Di negara-negara Eropa, dimana jaringan gas bumi sudah terintegrasi penuh membentuk jaringan pipa looping, maka jenis Entry-exit point telah umum digunakan. (http://www.gasstrategies.com/industry-glossary, Gas and LNG Industry Glossary). 

Untuk memahami pengertian Entry-Exit Tariff, pada Gambar 2-3 berikut ditunjukkan entry-exit tarif yang diberlakukan pada pipa transmisi di negara Turki.


Keterangan Gambar 2-3 di bawah, pipa transmisi gas bumi di Turki dimonopoli oleh BOTAS. Gas bumi masuk ke sistem transmisi dari 8 entry point diantaranya adalah entry point gas dari Iraq pipeline, iran pipeline dan rusian pipeline. BOTAS menerapkan tarif exit points yang besarnya sama diseluruh wilayah negara Turki.

Misalkan Local Gas Distribution Company (LCD) di Sivas melakukan kontrak dengan pemasok gas Azerbaijan Pipeline, maka tarif yang dikenakan kepada shipper LCD Sivas ini adalah jumlah entry tarif dari Azerbaijan Pipeline dan exit tarif dari BOTAS, meskipun belum tentu gas yang diterima oleh LCD Sivas tersebut berasal dari Azerbaijan Pipeline.

2.4   Keekonomian Kegiatan Usaha Prasarana Umum 
        (Public Utilities)

2.4.1  Karakteristik Keekonomian Kegiatan Usaha
          Prasarana Umum
Ekonomi yang diatur (Regulated Economy) diperlukan manakala kompetisi tidak memungkinkan atau tidak cukup untuk melindungi kepentingan rakyat. Hal ini sering terjadi dalam industri prasarana umum yang dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat luas seperti: jaringan pipa gas bumi, jaringan kabel listrik, jaringan kabel telpon dan jaringan pipa air minum. Industri prasarana umum pada umumnya membutuhkan biaya yang besar dan beresiko tinggi sehingga menjadi lebih efisien apabila dilakukan oleh satu perusahaan saja pada suatu wilayah tertentu. Oleh karena itulah, industri prasarana umum tersebut dikatakan sebagai kegiatan usaha yang bersifat monopoli alamiah. (Komisi Energi Uni Eropa: Commission for Energy Regulation, CER, Maret 2003)
Monopoli alamiah memiliki potensi penyalahgunakan posisi dominan, apabila tidak diatur (regulated). Perusahaan dapat memaksimalkan keuntungan setinggi mungkin dengan menetapkan tarif atau harga di atas biaya yang sebenarnya. Tarif yang tinggi tidak hanya menyebabkan perusahaan mendapatkan keuntungan lebih tinggi dari sewajarnya, namun mengakibatkan tarif yang diterapkan tidak sesuai dengan willingness to pay dari para konsumen. Ketidaksesuaian antara besaran tarif yang diterapkan perusahaan dengan willingness to pay konsumen, dikatakan sebagai hilangnya potensi manfaat bagi masyarakat, yang kemudian disebut sebagai mengurangi efisiensi ekonomi.
Untuk hal tersebut di atas, regulasi bertujuan memastikan bahwa perusahaan prasarana umum tidak membebankan tarif yang berlebihan kepada konsumennya yaitu masyarakat, dan mewajibkan perusahaan tersebut membuka fasilitasnya agar dapat digunakan oleh pihak ketiga (third party access atau open access), sehingga industri prasarana umum tersebut menjadi semakin efisien
 
2.4.2   Capital Budgeting Pada Kegiatan Usaha Prasarana
           Umum (Public Utiliies)

Sejumlah kriteria seleksi penganggaran modal (capital budgeting) telah diidentifikasi dalam berbagai literatur keuangan. Empat yang paling sering disebutkan adalah: payback, average rate of return (ARR), internal rate of return (IRR), dan net present value (NPV). Metode NPV umumnya dianggap sebagai yang terbaik dalam arti teoritis, kemudian yang terbaik kedua adalah metode IRR. Sedangkan payback dan ARR umumnya dianggap kurang baik, dibandingkan dengan dua teknik discounted cash flow tersebut.
Sebagaimana kegiatan usaha penyediaan prasarana listrik, telpon dan air, kegiatan penyediaan infrastruktur jaringan pipa gas bumi juga termasuk dalam jenis kegiatan prasarana umum atau popular disebut sebagai public utilities. Pendekatan capital budgeting terhadap perusahaan prsarana umum agak berbeda dengan perusahaan-perusahaan biasa pada umumnya. Keuntungan atau pendapatan pada perusahaan prasarana umum pada umumnya diatur (regulated) oleh Regulator, sedangkan untuk perusahaan-perusahaan biasa tidaklah demikian.
Untuk kegiatan investasi proyek biasa seperti pada umumnya, perusahaan akan mengeksekusi proyek tersebut sepanjang IRR melebihi biaya modal (cost of capital) dan akan menolak apabila IRR dibawah biaya modal. Dengan demikian perusahaan akan berupaya mendapatkan IRR setinggi mungkin sepanjang produknya laku dipasaran, agar memperoleh keuntungan sebanyak banyaknya.
Menurut teori regulasi tradisional, konsep tersebut di atas tidak berlaku untuk perusahaan prasarana umum. Dalam mekanisme regulasi, target IRR untuk perusahaan prasarana umum, ditentukan oleh Regulator. IRR ini, baik secara implisit maupun eksplisit, diakui sebagai suatu titik dalam suatu kisaran atau rentang IRR yang sering disebut zona kewajaran. Apabila IRR aktual melebihi batas atas kisaran tersebut, maka Regulator meminta kepada perusahaan untuk menurunkan tarifnya sehingga IRR kembali kepada targetnya. Oleh karena itu, menurut teori regulasi tradisional, keberadaan mekanisme regulasi akan mengeliminasi producer's surplus (IRR di atas zona kewajaran). Jika surplus tersebut tereliminasi oleh tindakan regulasi, maka proyek akan memiliki nilai NPV sama dengan nol, atau IRR akan sama dengan biaya modal. Dengan demikian aturan-memilih proyek dengan dasar memaksimalkan NPV tidak dapat dilakukan pada kegiatan usaha prasarana umum - setidaknya dibawah pandangan teori regulasi tradisional (Eugene F. Brigham and Richard H. Pettway, 1973)

Para Regulator atau Pemerintah di berbagai negara, pada umumnya menentukan batas maksimum zona kewajaran IRR sebagaimana dimaksud pada paragraf di atas, adalah berdasarkan besarnya biaya modal atau WACC (Weighted Average Cost of Capital) yang digunakan untuk mendanai proyek prasarana umum yang dimaksud. Dengan demikian, dalam menentukan tarif atau harga pada suatu kegiatan usaha prasarana umum, maka tingkat diskonto yang digunakan pada arus kas bebas atau Free Cash Flow (FCF) adalah sebesar WACC, yang dapat diformulasikan dalam bentuk persamaan berikut:


Tingkat diskonto adalah tingkat bunga, sebagai ukuran biaya uang (cost of money) perusahaan, yaitu biaya bunga yang ditanggung oleh perusahaan untuk dibayarkan kepada para penyedia sumber dana yaitu kreditur dan pemegang saham.
2.4.2.1  Weighted Average Cost Of Capital (WACC)

WACC mencerminkan biaya hutang (cost of debt) dan biaya ekuitas (cost of equity). Cost of Debt merupakan biaya bunga yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada kreditur, dan Colst of Equity adalah dividen yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada para pemegang saham.
Mari kita mengingat kembali konsep dasar akuntansi, yaitu:

Konsep tersebut menunjukkan asal mula sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan untuk melakukan investasi. Aset yang dimiliki perusahaan, diperoleh karena adanya partisipasi beberapa pihak ketiga, yaitu kreditur dan pemegang saham, yang telah menyediakan dana untuk membeli aset tersebut. Kreditur dan pemegang saham memiliki hak untuk menerima imbalan atas dana yang diberikan kepada perusahaan. (Ignacio Vélez-Pareja ivelez, 2009).

Biaya modal (cost of capital) yang terdiri dari cost of debt dan cost of equity dapat divisualisasikan dalam bagan berikut.
WACC adalah biaya rata-rata tertimbang dari sumber-sumber pendanaan asset yang berasal dari pinjaman kreditur (debt) dan dana yang berasal dari pemegang saham (equity), yang masing-masing dibobot berdasarkan prosentase penggunaannya. Dengan mengetahui WACC, dapat diketahui seberapa besar perusahaan mampu membayar bunga untuk setiap dolar dari uang yang diinvestasikan. Oleh karena itu, dalam evaluasi kelayakan suatu proyek, WACC adalah tingkat diskonto yang sesuai digunakan pada anilisis arus kas (cash flow).

Secara matematis, WACC diformulasikan dengan persamaan berikut

2.4.2.2  Cost of Equity (Re)
Terdapat beberapa metoda yang dapat digunakan untuk menentukan cost of equity, salah satunya adalah metoda Capital Asset Pricing Model (CAPM). Menurut Michael Annin, and Dominic Falaschetti (1998), menyatakan metoda CAPM menggunakan persamaan berikut untuk menentukan cost of equity.

Aswath Damodaran (2012), menyataka: equity risk premium (ERP) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

Substitusi persamaan (2-24) ke dalam persamaan (2-23) menghasilkan persamaan:

2.4.2.2.1  Country Risk Premium (CRP)
Thayer Watkins, menyatakan: country risk premium adalah tambahan bunga yang harus dibayar atas pinjaman atau investasi proyek di suatu negara tertentu dibandingkan dengan negara standar acuan yang pada umumnya adalah Amerika Serikat. Country risk premium suatu negara adalah perbedaan tingkat bunga suatu sekuritas di pasar negara tersebut, dengan sekuritas yang sepadan yang diterbitkan oleh negara standar acuan, namun kedua sekuritas tersebut harus memiliki jatuh tempo yang sama dan menggunakan pembayaran dalam mata uang yang sama.
Sebagai contoh, pemerintah AS menerbitkan obligasi lima tahunan dengan tingkat bunga 6%, dan pemerintah Polandia menerbitkan obligasi lima tahunan dengan pembayaran US dollar dengan tingkat bunga 8%, maka country risk premium Polandia adalah 2%, yaitu 8% dikurangi 6%.
Untuk mendapatkan atau menentukan country risk premium dari suatu negara tidaklah sulit, dengan adanya Moody's Corporation sebagai komponen penting dalam pasar global, telah menyediakan data peringkat obligasi negara sebagai dasar untuk menentukan country risk premium.  Moody's Corporation adalah perusahaan induk dari Moody’s Investors Service, yang menyediakan jasa pemeringkatan instrument obligasi dan sekuritas, jasa konsultasi dan riset obligasi, analisis ekonomi dan manajemen risiko keuangan.

Moody’s memperingkat obligasi dalam kategori Aaa, Aa, A, Baa, Ba, B dan Caa, dan masing-masing dari kategori tersebut masih dibagi menjadi subkategori, misalnya kategori Aaa dibagi menjadi subkategori  Aa1, Aa2, dan Aa3. Obligasi berperingkat Aaa, dianggap sebagai obligasi teraman yang tidak memiliki resiko gagal bayar dalam waktu dekat. Sedangkan obligasi dengan peringkat dibawah Baa3 dianggap sebagai kategori obligasi beresiko, sehingga negara atau korporasi yang menerbitkan obligasi tersebut dinyatakan sebagai negara non-investment grade, sedangkan yang peringkatnya di atas Baa3 disebut sebagai negara berkategori investment grade.

Peringkat obligasi juga dinyatakan dengan nilai country default spread. Di Asih I Maruddani dan kawan (2011) menyatakan, country default spread adalah premi yang diberikan untuk mengkompensasi risiko yang ditanggung oleh pemegang obligasi. Country default spread merupakan risiko yang ditolerir oleh investor atas pembelian obligasi yang diterbitkan oleh suatu negara atau korporasi. Hubungan antara peringkat obligasi dengan nilai country default spread tidak selalu tetap. Tabel 2-11, menyajikan hubungan antara peringkat obligasi dengan country default spread tahun 2012.


Indonesia, saat ini berada pada katagori negara investment grade karena telah memiliki peringkat Baa3. Tabel 2-12 berikut, menunjukkan peringkat obligasi berbagai negara tertanggal 1 Januari 2012 yang dikeluarkan oleh Moody’s Corporation.

Country default spread yang diterbitkan oleh Moody’s sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2-12 di atas, dapat digunakan untuk menentukan country risk premium dari negara yang bersangkutan, Menurut A. Damodaran, hubungan antara country risk premium dengan country default spread dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut:




Apabila malas menghitung, besar standar deviasi ekuitas dan obligasi pemerintah untuk berbagai negara secara rutin diterbitkan oleh Domodaran pada situsnya Damodaran Online, sebagai contoh ditunjukkan pada Tabel 2-13.



Berdasarkan data Tabel 2-12, Indonesia telah berada pada kategori investment grade country, peringkat Baa3, dengan nilai country default spread 2%, dan dari Tabel 2-13 diperoleh standar deviasi ekuitas dan obligasi di Indonesia, masing-masing adalah 20,58% dan 20,43%. Dengan demikian, berdasarkan persamaan (2-26), maka country risk premium Indonesia tanggal 1 Januari 2012 adalah 2,02 %.



2.4.2.2.2   Risk Free Rate (Rf)
Risk Free Rate atau sering disebut sebagai suku bunga bebas risiko, adalah tingkat pengembalian investasi dengan risiko nol. Dalam prakteknya, risk free rate tidak pernah ada, sebab meskipun terdapat investasi yang paling aman, tetap saja membawa resiko walaupun sangat kecil.

Banyakan investor, menggunakan tingkat bunga obligasi negara Amerika Serikat, yaitu US Treasury Bond sebagai risk free rate. Tingkat bunga US Treasury Bond tersebut digunakan apabila pembayaran transaksi obligasi menggunakan mata uang US dollar, tanpa memandang di negara mana investasi tersebut dilakukan. (Aswath Damodaran, Estimating Equity Risk Premiums)

Penggunakan tingkat bunga obligasi negara setempat (meskipun transaksi obligasinya dalam mata uang US dollar), oleh Aswath Damodaran dinyatakan sangat berbahaya, sebab terjadi double accounting dalam menghitung resiko, yang akibatnya akan diperoleh risk free rate yang sangat tinggi.

Dalam hal, mata uang yang digunakan didalam pembayaran obligasi adalah mata uang negara setempat, Aswat Damodaran menyatakan, cost of equity sebagaimana dihitung dengan persamaan (2-25) harus dikonversi dengan menggunakan nilai inflasi negara setempat relatif terhadap nilai inflasi negara Amerika Serikat, melalui persamaan berikut:

2.4.2.2.3      Base Premium for Mature Equity Market (BPMEM)
Aleksandar Naumoski (2011), mengatakan premium for mature equity market adalah selisih antara rate of return dari S&P 500 dengan US Treasury Bond. Dengan demikian Base Premium for Mature Equity Market, adalah merupakan equity market premium negara Amerika Serikat. Sedangkan S&P 500 itu sendiri adalah saham dari sekelompok perusahaan dengan modal besar di Amerika Serikat yang berjumlah 500 perusahaan. Indeks S&P 500 merupakan indeks paling terkenal yang dimiliki dan dikelola oleh Standard & Poor's. Seluruh saham yang terdaftar dalam indeks ini adalah perusahaan publik besar yang diperdagangkan di bursa saham utama di Amerika Serikat, seperti Bursa saham New York dan Nasdaq
Untuk mendapatkan data equity market premium Amerika Serikat, anda tidak perlu bingung, sebab Aswath Damodaran telah menyediakan data tersebut dan siap diakses di situs Damodaran Online. Tabel 2-14 berikut, menampilkan data S&P 500 Index, data equity market premium Amerika Serikat, dan US Treasury Bond Rate yang diperoleh dari situs tersebut.

2.4.2.2.4        Beta (β)
Beta (β) mengukur gejolak saham dalam hubungannya dengan pasar misalnya Bursa Efek Jakarta atau indeks lainnya. Ini merupakan ukuran penting untuk mengukur risiko suatu sekuritas.
Jogiyanto (2000), menyatakan: Beta merupakan suatu pengukur volatilitas return suatu sekuritas atau return portfolio terhadap return pasar. Beta sekuritas-i mengukur volatilitas return sekuritas-i terhadap return pasar. Dengan demikian Beta merupakan pengukur risiko sistematik dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar. Secara definisi Beta saham merupakan pengukur risiko sistematik dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap laba pasar (Jogiyanto, 2000).
Beta suatu sekuritas atau portofolio ditunjukkan dengan koefisien Beta yang diukur dengan slope yang diperoleh dari regresi return saham  dengan return pasar. β = 1, artinya bahwa setiap satu persen perubahan return pasar baik naik ataupun turun maka return saham atau potofolio juga akan bergerak sama besarnya mengikuti return pasar. Saham yang mempunyai nilai β > 1 dikatakan sebagai saham agresif, artinya tingkat kepekaan saham tersebut terhadap perubahan pasar sangat tinggi atau dapat juga dikatakan memiliki risiko yang lebih besar dari tingkat risiko rata-rata pasar. Saham yang mempunyai mempunyai β< 1 mengindikasikan bahwa saham bersifat defensif (conservative), artinya saham tersebut kurang peka terhadap perubahan pasar dan memiliki risiko dibawah rata-rata pasar.
Manish (2011) menyatakan, Pasar itu sendiri dianggap memiliki β = 1. Jika beta suatu saham lebih besar dari satu (β > 1), berarti harga saham tersebut lebih stabil daripada pasar, dan sebaliknya ayat. Sebagai contoh, jika sebuah saham memiliki β = 1.2 artinya bahwa setiap perubahan 1% indeks pasar akan membawa perubahan 1.2% harga saham. Saham dengan beta tinggi dianggap lebih berisiko dibandingkan dengan beta rendah.
Beta didefinisikan dengan persamaan berikut
 
Dimana, rs adalah return dari saham, dan rm adalah return pasar.
Spreadsheet Excel dapat digunakan untuk menghitung beta saham, dengan langkah-langkah berikut:
Pertama, misalkan kita akan menghitung beta saham PGAS yaitu perusahan milik PT PGN (Persero) Tbk yang listing di Bursa Efek Jakarata (JKSE). Kemudian kita perlu mendapatkan harga saham historis untuk keduanya. Data tersebut dapat di-download dari situs web Yahoo. Dalam contoh ini kita akan men-download data harga saham bulanan dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Mei 2012. Data harga saham PGAS dituliskan pada kolom B pada Tabel 2-15, sedangkan data index saham gabungan JKSE dituliskan pada kolom C.
Pada masing-masing data saham PGAS maupun index saham gabugan JKSE, dicari return perbulan dengan persamaan berikut
Hasil perhitungan return bulanan terhadap saham PGAS dituliskan pada kolom D, dan hasil perhitungan retun saham gabungan JKSE dituliskan pada kolom E.
Ada dua cara menghitung β dengan menggunakan Spreadsheet Excel, cara pertama menggunakan fungsi covariance dan variance, sedangkan cara kedua adalah dengan menggunakan fungsi slope. Terkait dengan Tabel 2-15, kedua cara tersebut dituliskan dalam Spreadsheet Excel secara berikut:
·         Cara pertama, pada sel kolom-baris, G-10 dituliskan:
        = COVARIANCE.P (D4:D21,E4:E21)/ VAR.P(E4:E21)
·         Sedangkan cara kedua, pada sel kolom-baris G-14 dituliskan:
        = SLOPE(D4:D21,E4:E21)
Berdasarkan hasil perhitungan dengan batuan fasilitas fugsi-fugsi yag tersedia didalam Spreadsheet Excel, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2-14, diperoleh β PGAS selama perioda bulan 20 bulan dari bulan Oktober 2010 sampai dengan bulan Mei 2012 adalah sebesar 1.189. Degan demikian setiap ada perubahan 1% terhadap index saham gabugan Bursa Efek Jakarta, maka akan terjadi perubahan harga saham PGAS sebesar 1.189%.
Contoh 2-2, Perhitungan Cost of Equity
Suatu perusahaan ingin mengetahui besar cost of equiy dari rencana investasi yang akan dilakuka di Indonesia di bidang prasarana umum yaitu pembangunan infrastruktur jaringan pipa gas bumi. Perusahaan meminta analisis terhadap cost of equity berdasarkan data terbaru yaitu data tanggal 1 Mei 2013.
Sebagaimana telah dijelaskan didepan, cost of equity berdasarkan metoda CAPM dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan berikut:
Berdasarkan data yang diperoleh dari Moody’s corporation, sebagaimana terdapat pada Tabel 2-14, diperoleh:

          Rf                  = 1.65%, yaitu US treasury bond rate, 1 Mei 2013
          BPMEM        = 5.71%, yaitu US equity market premium, 1 Mei 2013

Rating Indonesia tahun 2013 yang diterbitkan oleh Moody’s masih sama sebagaimana tahun 2012, yaitu berada dalam peringkat Baa3, dengan country default spread sebesar 2%.
Karena belum tersedia data standard deviasi ekuitas dan obligasi negara Indonesia tahun
Karena jenis investasi adalah dalam bidang infrastruktur jaringan gas bumi, maka kita gunakan β PGAS, sebab hanya ada satu perusahan transportasi dan distribusi gas bumi yang listing di busrsa saham Jakarta (JKSE). Dalam menghitung β, digunakan data harga saham bulanan dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Mei 2013. Dengan menggunakan Spreadsheet Excel diperoleh nila β =1.27

2.4.2.3    Cost of Debt Before Tax (Rd)
Definisi Cost Of Debt menurut S. David Young dan Stephen F O’byrne (2001) adalah tingkat bunga sebelum pajak yang di bayar oleh perusahaan kepada pemberi pinjaman.  Cost Of Debt adalah tingkat bunga yang harus dikeluarkan oleh perusahaan apabila mendapatkan dana atau modal dengan cara melakukan pinjaman dari pihak kreditur. Oleh karena itu akan timbul bunga hutang yang merupakan biaya bagi perusahaan. Sebagaimaa kita ketahui, setiap perusahaan selalu membutuhkan modal untuk melaksanaka kegiatannya. Modal dapat diperoleh dari dua sumber yaitu hutang (debt) dan ekuitas. Dengan demikian, perusahaan memiliki dua stakeholder yaitu Pemegang Saham atau pemilik perusahaan dan Pemegang Hutang atau kreditur, yang keduanya mengharapkan pengembalian dari perusahaan. Pemegang Hutang atau Kreditor adalah orang atau pihak ketiga yang memberikan pinjaman kepada perusahaan dan mengenakan bunga terhadap pinjaman tersebut. Tingkat suku bunga ini disebut sebagai biaya utang (cost of debt). Namun demikian, karena perusahaan mendapat pengurangan pajak (tax deduction) atas biaya bunga, maka cost of debt harus disesuaikan dengan tax shield. Penyesuaian terhadap cost of debt disebut sebagai cost of debt after tax yang diformulasikan dengan persamaan berikut

2.4.2.4   Free Cash Flow (FCF)

Free cash flow adalah pendapatan (Earning) sebelum bunga dan depresiasi, dikurangi belanja modal (capital expenditures) dan perubahan modal kerja (working capital changes). Atau dengan kata lain adalah sisa uang yang tersedia dalam kas perusahaan setelah dikurangi dengan seluruh beban biaya termasuk tax shield, sehingga sisa uang tersebut adalah merupakan jumlah yang tersedia untuk mengangsur pokok pinjaman kepada kreditur beserta sebagian bunganya dan pengembalian ekuitas kepada pemegang saham beserta keuntungannya. Sedangkan kekurangan sisa bunga yang merupakan hak Kriditur terhitung didalam tax shield.
Besar pajak yang diperhitungkan pada persamaan (2–31) di atas adalah merupakan  pajak yang dihitung dari EBIT (Tax Expense on EBIT), dengan demikian tidak mencerminkan besar nilai pajak yang sebenarnya. Oleh karena itu sering disebut sebagai hipotesa pajak (Hypothetical Tax). Selisih antara hipotesa pajak dan pajak aktual yang dibayarkan oleh perusahaan disebut sebagai tax shield, yang besarnya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:




Berdasarkan uraian persamaan (2-31), apabila jumlah Free Cash Flow ditambah dengan Tax Shield, maka jumlah tersebut akan sama dengan jumlah modal yang harus dibayarkan kembali kepada kreditur dan pemegang saham, yaitu debt capital dan equity capital, termasuk bunga pinjaman (cost of debt) dan return yang diharapkan oleh pemegang saham (cost of equity).

Contoh 2-3: Membuktikan kebenaran hubungan antara Free Cash Flow dengan WACC.

Misalkan sebuah perusahaan melakukan investasi jangka pendek selama 1 tahun untuk membuat produk sebanyak 10.000 unit dengan biaya produksi sebesar USD 250. Perusahaan membutuhkan investasi sebesar USD 10.000 untuk pengadaan asset. Dana invedstasi disediakan oleh kreditur dan pemegang saham, masing-masing sebesar 50% atau USD 5.000. Kreditur mengenakan bunga pinjaman sebesar 7% per tahun, sedangkan pemegang saham mentargetkan keuntungan sebesar 15% pertahun. Selanjutnya perusahaan harus membayar pajak kepada Pemerintah dengan tarif pajak sebesar 25%. Agar perusahaan tersebut dapat memenuhi kewajiban pengembalian investasi dari kreditur beserta bunganya dan pengembalian investasi pemegang sahan beserta  keuntunggannya, maka produk tersebut harus dijual denga harga USD 1.16/unit. Tabel 2-11, menunjukkan jumlah modal, bunga pinjaman dan keuntungan yang diharapkan oleh Kreditur dan Pemegang saham.

Pada paragraf sebelumnya, telah dikatakan: apabila jumlah Free Cash Flow ditambah dengan tax shield, maka jumlah tersebut akan sama dengan jumlah modal yang harus dibayarkan kembali kepada kreditur dan pemegang saham, yaitu debt capital dan equity capital, termasuk bunga pinjaman (cost of debt) dan return yang diharapkan oleh pemegang saham (cost of equity). Mari kita uji pernyataan ini, melalui perhitungan pada Tabel berikut:

Dari perhitungan yang dijelaskan pada Tabel 2-17 di atas, maka terbuktilah bahawa jumlah free cash flow dan tax shield on interest expense, sama dengan jumlah kewajiban yang harus dibayarkan kepada kreditur dan pemegang saham, dengan demikian analisis proyek dengan menggunakan free cash flow berdasarkan target IRR sama dengan WACC terbukti kebenarannya. Oleh karena itu jangan sekali kali menganalisis suatu proyek dengan Net Cash Flow jika target IRR-nya berdasarfkan WACC, sebab akan terjadi dobel perhitungan terhadap bunga pinjaman (interest expense). Untuk hal ini silahkan pembaca untuk membuktikan sendiri.

Tabel 2-18 berikut, memberikan berbagai metode penilaian berbasis arus kas terkait dengan diskonto yang digunakan, yang kami ambil dari artikel ‘Cash Flow Valuation – Various Methods’ oleh P.K. Gosh.
2.5        Metode Perhitungan Tarif Pengangkutan Gas
            Bumi Melalui Pipa
Dari berbagi literature yang diterbitkan oleh berbagai Regulator baik di Asia, Eropa dan Amerika, penentuan tarif pengangkutan gas bumi melalui jaringan pipa gas bumi (toll fee) harus ditentukan secara adil dan wajar (just and reasonable). Menetapkan tarif yang adil dan wajar diperlukan untuk kesimbangkan ekuitas diantara pemilik pipa (transporter) dan para pengguna pipa (shippers).

Basis metodologi yang digunakan untuk menciptakan tarif yang adil dan wajar adalah penentuan tarif berdasarkan biaya pelayanan (cost-of-service ratemaking). Dengan cost-of-service ratemaking, tarif ditentukan berdasarkan biaya yang dibelanjakan oleh transporter dalam menyediakan layanan pengangkutan gas, termasuk biaya pengembalian modal yang wajar atas investasi yang ditanamkan.

Dengan demikian, maka besarnya tarif (toll fee) pengangkutan gas bumi melalui pipa diperoleh dengan mebagi jumlah cost of service dengan volume gas yang di alirkan pada pipa tersebut, atau dirumuskan dengan persamaan berikut:


 

2.5.1     Cost Of Service


Cost-of-service dapat didefinisikan sebagai jumlah pendapatan transporter yang diperoleh dari tarif (toll fee) yang dikenakan kepada shippers guna memulihkan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan bisnis tersebut.
Biaya ini mencakup biaya operasional dan pemeliharaan, biaya penyusutan, pajak dan laba (return) yang wajar atas investasi yang dikeluarkan oleh transporter guna  membangun jaringan pipa gas yang dimaksud. Cost-of-service adalah ukuran pendapatan tahunan yang ditetapkan oleh Regulator sehingga perusahaan dapat beroperasi secara menguntungkan dan memungkinkan perusahaan tersebut tetap konsisten untuk berinvestasi kembali guna pengembangan jaringan pipa gas di masa depan. Cost-of-Service dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:



Dengan demikian, cost-of-service meliputi perkalian dari Nilai Basis Aset (yang merupakan investasi jaringan pipa) dengan IRR, ditambah beban Operasi dan Pemeliharaan (O & M), Biaya Administrasi dan Umum (A & G), Beban Penyusutan, Biaya Pajak Penghasilan dan Biaya Pajak selain Pajak Penghasilan.

Sebagaimana telah diulas pada Bab 2.3.2, tentang capital budgeting pada kegiatan usaha prasarana umum (public utiliies), yang menyatakan bahwa untuk kegiatan usaha public utilities, maksimum batas kewajaran IRR adalah sama dengan WACC, dengan demikian apabila persamaan (2-34) disubstitusikan pada maka persamaan tarif (2-33) dengan IRR sama dengan WACC, maka akan diperoleh persamaan berikut:



2.5.2        Nilai Basis Aset (NBA)

Nilai Basis Aset merupakan biaya investasi jaringan pipa gas bumi, yang digunakan untuk menghitung komponen-komponen tertentu didalam cost-of-service. Sebagai contoh, dalam cost-of-service, nilai basis aset digunakan sebagai basis untuk menghitung komponen laba (return) atas modal yang diinvestasikan, dan juga digunakan sebagai basis untuk menghitung  beban penyusutan yang mencerminkan komponen pemulihan atas modal yang diinvestasisikan.
Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan Nilai Basis Aset, yaitu:



Berdasarkan persamaan (2-36) tersebut maka, Nilai Basis Aset dihitung dengan mengurangkan Akumulasi Penyusutan dari Nilai Bruto Infrastruktur Jaringan, untuk mendapatkan nilai Bersih Infrastruktur Jaringan. Nilai Bersih Infrastruktur Jaringan adalah merupakan saldo Infrastruktur Jaringan yang belum disusutkan. Dengan demikia, dengan mengurangkan Akumulasi Pajak Pendapatan Yang Ditangguhkan dari Nilai Bersih Infrastruktur Jaringan, kemudian ditambah Modal Kerja, maka akan diperoleh Nilai Basis Aset. Di bawah ini akan dijelaskan masing-masing komponen penyusun Nilai Basis Aset tersebut.

Nilai Bruto Infrastruktur Jaringan. Ini adalah biaya original dari infrastruktur jaringan pipa gas atau fasilitas yang dibangun oleh transporter. Apabila transporter membeli fasilitas bekas (depreciated facilities) dari perusahaan lain meskipun jarang terjadi, maka hanya biaya original dari fasilitas yang telah tersusut sebelumnya (depreciated facilities) yang dapat diakui sebagai biaya original fasilitas, bukan harga jual dari fasilitas tersebut.
Nilai Bruto Infrastruktur juga mencakup pengeluaran-pengeluaran yang diperbolehkan untuk dikapitalisasi seperti,  biaya hak atas tanah dan lahan, right of ways, biaya survei, line pack gas didalam jaringan pipa, dan biaya konstruksi meliputi material, tenaga kerja, pipe coating, peralatan komunikasi, overhead, cost of financing selama masa konstruksi, dan legal fee.
Dalam masa konstruksi fasilitas, selalu terdapat cost of financing, yang terdiri dari bunga dari modal pinjaman dan equity return dari modal ekuitas, yang timbul selama masa konstruksi jaringan.

Akumulasi Penyusutan. Dalam cost-of-service, pengembalinan biaya investasi terhadap nilai bruto fasilitas terlihat pada beban penyusutan. Dengan demikian, beban penyusutan diakumulasikan dan dikreditkan terhadap nilai bruto fasilitas sehingga diperoleh nilai bersih fasilitas yang mana merupakan nilai yang harus dipulihkan. Nilai bersih fasilitas adalah  bagian dari nilai bruto fasilitas yang belum disusutkan.
Seiring berjalannya waktu, jika transporter tidak melakukan penambahan infrastruktur pada sistem jaringan pipa, maka akan tiba waktunya dimana terjadi keseimbangan antara akumulasi penyusutan dengan nilai broto fasilitas. Pada titik ini, investasi sepenuhnya telah terpulihkan atau kembali dan nilai bersih fasilitas akan menjadi nol. Apabila jaringan pipa gas tetap dioperasikan terus setelah investasi sepenuhnya kembali, pada umumnya, Regulator memberikan biaya manajemen (management fee) kepada transporter sebagai imbalan jasa pengangkutan pada jaringan pipa gas tersebut. Dengan kata lain, transporter hanya dapat memulihkan biaya operasional dan pajak (selain pajak penghasilan) saja, sebab tidak ada lagi nilai investasi (Nilai Basis Aset = 0) sebagai dasar untuk menghitung laba.

Di Amerika Serikat, FERC (Federal Energy Regulatory Commission), yaitu Regulator yang mengtur interstate pipeline, memberikan management fee kepada transporter yang fasilitasnya telah tersusut penuh (fully depreciated) yang besarnya setara dengan, tetapi tidak lebih dari 10% dari rata-rata keuntungan tahunan sebelum pajak, selama perioda operasi dari tahun permulaan sampai dengan tahun dimana fasilitas tersebut telah tersusut penuh.

Akumulasi Pajak Penghasilan Yang Ditangguhkan. Ini adalah jumlah pajak penghasilan yang dikumpulkan oleh transporter namun belum perlu untuk dibayar pada tahun berjalan. Akumulasi Pajak Penghasilan Yang Ditangguhkan muncul karena adanya perbedaan metoda dalam menghitung penghasilan kena pajak untuk tujuan perhitungan tarif dan untuk tujuan laporan keuangan. Untuk perhitungan tarif, beban penyusutan dihitung berdasarkan metoda garis lurus (straight line method), sedangkan untuk tujuan laporan keuangan transporter bisa saja menggunakan metoda lain misalanya metoda keseimbangan menurun berganda (double declining balance method) dengan tujuan menurunkan klaim pajak.

Untuk tujuan pajak, transporter dapat memilih metode percepatan penyusutan yang menghasilkan beban penyusutan yang lebih tinggi di tahun-tahun awal dibandingkan dengan metode garis lurus yang digunakan untuk tujuan perhitungan tarif. Beban penyusutan adalah komponen pengurang dalam perhitungan pajak penghasilan, oleh karena itu beban penyusutan yang lebih tinggi pada awal tahun akan menghasilkan pajak penghasilan yang lebih rendah pada tahun tersebut, sehingga pajak aktual yang dibayarkan oleh transporter lebih rendah dari pajak penghasilan sebagaimana dihitung dengan metode garis lurus. Perbedaan antara jumlah pajak yang dihitung untuk tujuan perhitungan tarif dengan pajak aktual yang dibayarkan oleh transporter setiap tahunnya, disebut sebagai Akumulasi Pajak Penghasilan Yang Ditangguhkan pada tahun yang bersangkutan.

Modal Kerja. Modal Kerja meliputi modal kerja tunai, pembayaran-pembayaran dimuka, material dan persediaan.
Modal kerja tunai adalah jumlah uang tunai yang dibutuhkan oleh transporter untuk kebutuhan operasi sehari hari. Ini adalah jumlah yang diklaim untuk menjembatani kesenjangan waktu antara saat biaya tersebut terjadi dan ketika pendapatan diterima. Dalam rangka menyertakan modal kerja dalam Nilai Basis Aset, biasanya Regulator meminta transporter untuk melakukan lead-lag-study guna menunjukkan bahwa perusahaan betul-betul memiliki jeda antara pembiayaan dan penerimaan pendapatan

Material dan Perlengkapan, dan pembayaran-pembayaran di muka. Pada umumnya, transporter diperbolehkan memasukkan cadangan untuk material, perlengkapan dan biaya yang dibayar dimuka kedalam Nilai Basis Aset, dengan ketentuan rata-rata 13 saldo bulanan. Item-item tersebut merupakan bagian dari Nilai Basis Aset, sebab merupakan investasi yang telah dibayar oleh transporter namun belum digunakan.

Contoh, transporter menjaga inventori material dan perlengkapan untuk penggunaan masa depan. Persediaan ini dianggap sebagai investasi dengan demikian transporter patut mendapatkan keuntungan dari investasi tersebut. Namun demikian, sekali material dan perlengkapan tersebut digunakan, tentu saja akan berubah menjadi beban (dihapus dari neraca modal, dan dibebankan ke neraca beban). Demikian pula dengan pembayaran dimuka seperti premi asuransi, uang ini dianggap sebagai investasi oleh transporter untuk manfaat di masa depan. Begitu pembayaran dilakukan, maka pengeluaran ini diamortisasi dan dibebankan berdasarkan jadwal amortisasi.

2.5.3        Laba Atas Investasi, WACC dan IRR

Dalam metode cost-of-service, transporter diberi kesempatan untuk mendapatkan reasonable return (laba) atas investasi mereka. Sebelumnya telah dibahas bahwa Nilai Basis Aset merupakan total investasi pipa. Dengan demikian, komponen laba dari cost-of-service dihitung sebagai berikut:



Komponen laba didalam cost-of-service adalah merupakan laba setelah pajak. Laba meliputi jumlah uang yang tersedia untuk keuntungan investasi ekuitas, dan jumlah yang tersedia untuk membayar bunga atas investasi modal pinjaman. Dengan kata lain menunjukkan jumlah uang yang tersisa atau keuntungan yang diperbolehkan diterima oleh transporter, setelah semua biaya dibayarkan termasuk pajak, kecuali bunga atas hutang jangka panjang. Oleh karena itu, sebagaimana ditunjukkan pada persamaan diatas, laba atas investasi adalah perkailian antara Nilai Basis Aset dengan Internal Rate of Return (IRR).
Kegiatan usaha pengangkutan gas bumi adalah merupakan kegiatan usaha prasarana umum, oleh karena itu IRR terhadap kegiatan ini diatur oleh Badan Pengatur (BPH Migas) yaitu sebesar WACC. Namun demikian, dalam rangka menarik minat investor terkadang Regulator memberi insentif IRR. Di beberapa negara Uni Eropa besar insentif IRR yang diberikan kepada transporter berkisar antara 1% sampai dengan 3%, hal ini juga diadopsi oleh BPH Migas.
BPH Migas memberikan insentif IRR besarnya tergantung dari struktur modal yang digunakan, yaitu: makin besar porsi modal pinjaman makin besar insentif IRR yang diberikan. Sebagaimana diketahui bahwa besar cost of equity selalu lebih besar dari cost of debt, dengan demikian makin banyak porsi modal pinjaman , berarti makin rendah nilai WACC, sehingga besaran tarifpun akan menjadi lebih rendah, sebaliknya apabila porsi modal ekuitas semakin besar maka WACC menjadi lebih besar dan tarif menjadi lebih tinggi. Dalam peraturan BPH Migas, besar insentif IRR dirumuskan dengan persamaan berikut:




Dalam persamaan (2-37) tersebut di atas, D adalah porsi modal pinjaman dalam satuan persen.


Contoh 2-4: Perhitungan Insentif IRR
Apabila suatu proyek didanai dengan modal pinjaman sebesar 70% sedangankan sisanya 30% didanai oleh modal sendiri, maka besar Insentif IRR adalah


2.5.4        Biaya Operasi dan Pemeliharaan (O&M)

Komponen Biaya Operasi dan Pemiliharaan di dalam cost-of-service, adalah merupakan biaya pengoperasian dan pemeliharaan jaringan pipa gas termasuk peralatan pendukungnya, atau biaya operasi dan pemeliharaan yang dikeluarkan untuk menjalankan operasi fisik sistem perpipaan gas.

2.5.5        Biaya Operasi dan Pemeliharaan (O&M)
Komponen Biaya Operasi dan Pemiliharaan di dalam cost-of-service, adalah merupakan biaya pengoperasian dan pemeliharaan jaringan pipa gas termasuk peralatan pendukungnya, atau biaya operasi dan pemeliharaan yang dikeluarkan untuk menjalankan operasi fisik sistem perpipaan gas.

2.5.6        Biaya Penyusutan (D)

Ini merupakan biaya pengembalian investasi (return of investmen) atas jaringan pipa gas selama masa manfaat ekonomis. Biya ini merupakan pemulihan atas investasi bukan keuntungan atas investasi (retun on investment) sebagaimana dimaksud pada Bab 2.4.3.

Sebagaimana Regulator diberbagai negara pada umumnya, BPH Migas menggunakan metoda penyusutan garis lurus (straight line depreciation method) untuk menghitung biaya penyusutan. Berdasrkan metoda garis lurus ini, biaya penyusutan dihitung dengan membagi Nilai Basis Aset dengan estimasi masa manfaat fasilitas jaringan pipa gas.

Transporter dapat menggunakan masa manfaat fasilitas jaringan sesuai dengan jangka waktu tahun berlakunya perjanjian pengangkutan gas (Gas transportation Agrement = GTA) antara transporter dan shippers (para pengguna jaringan pipa). Jika transporter menggunakan pendekatan ini, maka pada tahun terakhir perjanjian GTA, Salvage Value dari Nilai Basis Aset adalah nol, dengan kata lain pada akhir perioda perjanjian GTA asset jaringan pipa tersebut telah mengalami depresiasi penuh (fully depreciated). Dengan demikian, apabila jaringan pipa tersebut masih tetap akan dioperasikan oleh transporter setelah asset tersebut mengalami fully depreciated, maka tarif ditentukan berdasarkan  management fee yang besarnya ditentukan maksimum 10% dari total expenditure.

Transporter juga boleh tidak menggunakan jangka waktu tahun berlakunya GTA sebagai masa manfaat fasilitas jaringan pipa gas. Dalam hal ini transporter diijinkan menentukan Salvage Value dari fasilitas jaringan pipa gas pada akhir tahun masa perjanjian GTA. Dengan demikian, maka untuk perioda setelah GTA berakhir, besaran tarif untuk perioda berikutnya ditentukan berdasarkan Nilai Basis Aset yang besarnya sama dengan Salvage Value yang diajukan oleh transporter tersebut.


2.5.7     Biaya Pajak Hipotesa (Hypothetical Tax Expenses)

Biaya pajak hipotesa adalah bukan merupakan biaya pajak aktual yang dibayarkan oleh transporter kepada Pemerintah, sebab besar pajak hipotesa ini dihitung dari Earning Before Interest and Tax (EBIT), sedangkan pajak yang sebenarnya dibayarkan oleh transporter kepada Pemerintah adalah dihitung dari (EBIT – Interst). Apabila Tc adalah tarif pajak pendapatan (income tax), maka biaya pajak hipotesa dan biaya pajak aktual, masing-masing diformulasikan dengan persamaan berikut:

Selisih antara hipotesa pajak dan pajak aktual yang dibayarkan oleh perusahaan disebut sebagai tax shield. Besar tax shield telah dibahas pada Bab 2.3.2.4, yang besarnya dapat dihitung dengan persamaan (2-32) yaitu:


 
Sebagaimana telah diuraikan pada Bab 2.3.2.4, apabila jumlah Free Cash Flow ditambah dengan Tax Shield, maka jumlah tersebut akan sama dengan jumlah modal yang harus dibayarkan kembali kepada kreditur dan pemegang saham, termasuk bunga pinjaman dan laba yang diharapkan oleh pemegang saham.
2.5.8        Studi Kasus
Suatu perusahaan pengangkutan gas bumi melalui pipa (transporter) akan membangun pipa transmisi gas untuk menyalurkan gas bumi dari sebuah shipper. Dalam perjanjian pengangkutan gas (GTA), disepakati bahwa shipper akan menggunkan pipa transmisi gas milik transporter selama 10 tahun, dimulai tahun 2013 dan berakhir tahun 2022, dengan volume penyaluran SOP (ship or pay) sebagi berikut:


Untuk membangun jaringan pipa transmisi gas tersebut, transporter membutuhkan biaya investasi sebesar USD 400 juta, yang didanai dengan sumber dana sendiri sebesar USD 120 juta (30%) dan sumber dana pinjaman sebesar USD 280 juta (70%) dengan bunga pinjaman sebesar 6%.

Biaya operasi dan pemeliharaan serta biaya administrasi dan umum pada tahun pertama operasi pipa diasumsikan sebesar 2,5% dari total investasi, dan biaya ini diasumsikan naik 2,5% pertahun sesuai dengan inflasi negara USA.

Tarif pajak pendapatan, sesuai dengan ketentuan peraturan pajak di Indonesia yaitu sebesar 25% per tahun.

Biaya Iuran BPH Migas adalah sebesar 3% dari tarif untuk pengaliran gas dibawah 100 Bscf (milyar standar kaki kubik) dan 2% untuk pengaliran gas diatas 100 Bscf

Untuk menghitung tarif ini, parameter yang berkaitan dengan rate free risk, beta, indoneia country risk premium dan parameter lainnya menggunakan angka-angka sebagaimana yang telah dihitung pada contoh-contoh perhitungan sebelumnya.

Tentukan besar tarif pengangkutan gas melalui pipa (toll fee) yang akan ditetapkan oleh BPH Migas dengan dua skenaria A dan B sebagai berikut:
a) Skenario A, Transporter menggunakan masa manfaat jaringan pipa gas sesuai dengan jangka waktu penyaluran gas sesuai GTA (salvage value = 0)
b) Skenario B, Transporter menggunakan masa manfaat jaringan pipa gas lebih panjang dari jangka waktu penyaluran gas dalam GTA, dengan mengusulkan salvage value sebesar USD 200 juta pada tahun terakhir perjanjian penyaluran gas (GTA).
Perhitungan Tarif Skenario-A
Dengan Skenario-A, dimana Transporter menggunakan masa manfaat jaringan pipa gas sesuai dengan jangka waktu penyaluran gas sesuai GTA, atau salvage value pada akhir tahun perjanjian sama dengan nol (fully depreciated), konsekuensinya, bila jaringan gas tersebut masih tetap akan dioperasikan setelah GTA berakhir, maka besaran tarif selanjutnya ditentukan berdasarkan managemen fee, yaitu sebesar maksimum 10% dari total expenditure.
Dengan Skenario-A ini, diperoleh besar tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa (toll fee) sebesar USD 0.68317/Mscf, dengan perhitungan sebagai berikut:
 



 
Perhitungan Tarif Skenario-B
Dengan Skenario-B, dimana Transporter menggunakan masa manfaat jaringan pipa gas lebih panjang dari jangka waktu penyaluran gas dalam GTA, dengan mengusulkan salvage value sebesar USD 200 juta pada tahun terakhir perjanjian penyaluran gas (GTA). Dengan kenario apabila jaringan pipa gas masih tetap digunakan setelah GTA berakhir,maka tarif berikutnya ditentukan berdasarkan Nilai Basis Aset yang besarnya sama dengan Salvage Value yang diusulkan yaitu sebesar USD 200 juta.
Dengan Skenario-B ini, diperoleh besar tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa (toll fee) sebesar USD 0.59335/Mscf, dengan perhitungan sebagai berikut:



 




 



2 komentar:

Amisha mengatakan...

Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

Gerry Hutama mengatakan...

Pak Wahyu saya GErry Pertagas..

Izin bertanya..

kami ada kasus shipper habis kontrak dan masih ada stock dalam pipa, dan setelah 6 bulan ga diambil ambil juga.. bagaimana teknis nya stock yang ga diambil ambil ini? apakah ada pernah kasus di tempat lain? stocknya dikemanakan? buat transporter? dibagi bagi ke shipper lain? jadi initial fill kah? atau seperti apa?

Terima kasih

regards,

gerry