PENGANTAR
Kegiatan
usaha distribusi gas bumi saat ini dapat dibilang tidak teratur, dimana jaringan
pipa gas bumi tumpeng tindih dan harga gas bumi pada konsumen akhir
berbeda-beda walau untuk satu jenis konsumen pada lokasi yang berdekatan.
Meskipun
Konstitusi mengamanatkan bahwa harga gas bumi harus ditentukan oleh pemerintah,
namun sampai dengan saat ini belum ada aturan pemerintah yang mengatur harga
gas tersebut. Alhasil harga menjadi beragam dan tak terkontrol sebab ditentukan
sendiri oleh masing-masing perusahaan pemilik jaringan distrubusi gas bumi.
Untuk memudahkan analisis, kondisi kegiatan usaha distribusi gas saat
ini diilustrasikan melalui Gambar-1.
Gambar-1: Jaringan gas tumpang tindih
dengan harga beragam karena tidak diatur
Pada
Gambar-1 di atas, terdapat 3 perusahaan jaringan distribusi gas yaitu
Perusahaan A (pipa warna merah), Perusahaan B (pipa warna hitam) dan
Perusahaan C (pipa warna biru). Gambar bulatan warna merah adalah konsumnen
gas Perusahaan A, bulatan warna hitam adalah konsumen gas Perusahaan
B, dan bulatan warna biru adalah konsumen gas Perusahaan C.
Meskipun
harga beli gas dari pemasok besarnya sama, masing-masing perusahaan distribusi
gas menjualnya dengan harga berbeda. Perusahaan A menjual gas ke konsumen dengan harga USD 9,00/MMBTU, Perusahaan B menjual dengan harga USD 11,00/MMBTU, dan Perusahaan C menjual harga USD 10,00/MMBTU
Untuk
mengatasi hal tersebut, saya mencoba melakukan simulasi pengaturan melaui
langkah-langkah berikut:
PERTAMA MENGATUR IRR (RETURN) PERUSAHAAN JARINGAN GAS
Sebagaimana
diketahui secra umum, kegiatan usaha distribusi gas bumi merupakan kegiatan public utilities, oleh sebab itu sebagaimana lazim dipraktekkan di
berbagai negara, keuntungan atau IRR (internal
rate of return) dibatasi, yaitu sebesar WACC (weighted average cost of capital) ditambah incentive IRR.
Misalkan
masing-masing perusahaan distribusi gas memiliki data investasi, struktur modal,
volume gas bumi, dan life time usaha sebagaimana ditunjukkan pada Tabel-1
berikut.
Dengan
batas maksimal IRR yang diperbolehkan, dan harga beli gas bumi USD 7,00 / MMBTU
selama 12 tahun, maka harga jual gas bumi masing-masing perusahaan distribusi gas dapat
dihitung dan hasilnya ditunjukkan pada Tabel-2 berikut
Tabel-3 berikut
menunjukkan contoh perhitungan harga jual gas bumi pada jaringan distribusi gas milik Perusahaan
B.
Dengan
demikian kondisi harga gas bumi pada jaringan pipa akibat pembatasan maksimal
IRR, menjadi turun seperti diilustrasikan pada gambar Gambar-2 berikut:
Gambar-2: Harga Jual Gas Bumi Setelah Adanya Aturan Pembatasan Maksimal
IRR
KEDUA PENYERAGAMAN HARGA GAS OLEH BADAN PENGATUR
Setelah
Pengaturan IRR, langkah berikutnya
adalah pengaturan penyeragaman harga gas di konsumen oleh Badan Pengatur. Dalam
pengaturan ini Badan Pengatur melakukan tugas sebagai berikut:
Didepan
pada Tabel-2, telah dihitung harga jual gas keekonomian berdasarkan IRR yang
telah ditetapkan Badan Pengatur. Maka tugas Badan Pengatur berikutnya adalah menentukan harga
jual gas yang seragam bagi konsumen, dengan metoda weighted average prices of gas, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel-4 berikut.
Berdasarkan
perhitungan di atas, maka Badan Pengatur menetapkan harga gas yang seragam bagi
konsumen yaitu sebesar USD 10,21 / MMBTU. Konsumen tidak membayar gas langsung
kepada perusahaan distribusi gas melainkan dibayarkan kepada Badan Pengatur. Selanjutnya
Badan Pengatur melakukan pembayaran kepada perusahaan distribusi gas sesuai
dengan harga jual gas keekonomian masing-masing perusahaan.
Sebagai
contoh penjualan gas pada jaringan distribusi gas milik Perusahaan A, Jumlah
gas yang disalurkan kepada konsumen adalah 50 BBTU/hari, dengan demikian total
pembayaran yang ditarik oleh Badan Pengatur pada konsumen di jaringan pipa
distribusi gas milik Perusahaan A adalah USD 510.956 (yaitu: 50.000 MMBTU/D
x USD 10,21/MMBTU) untuk hari yang bersangkutan. Namun yang dibayarkan oleh
Badan Pengatur kepada Perusahaan A tidak sebesar USD 510.956 melainkan hanya sebesar USD 410.511, sebab
harga jual gas keekonomian pada Perusahaan A hanya USD 8,21/MMBTU bukan USD
10,21/MMBTU
Dengan
demikian di seluruh wilayah jaringan distribusi gas bumi hanya ada satu harga
jual gas bumi kepada konsumen yaitu sebesar USD 10,21/MMBTU sebagimana ditunjukkan
pada Gambar-3 berikut.
Gambar-3:
Harga jual gas bumi yang telah seragam
KETIGA MENGATUR PENGEMBANGAN JARINGAN
Masing-masing
perusahaan distribusi diberi kesempatan mengembangkan jaringan distribusinya,
namun harus dipilih yang mana yang paling efisien. Bagaimana cara Badan
Pengatur memilihnya, berikut diberikan contoh kasus perkasus.
KASUS PERTAMA
Misalkan
ada calon konsumen baru (bulatan kuning) yang lokasinya di TITIK X, TITIK Y dan
TITIK Z. Suplai gas untuk calon konsumen baru ini masih berasal dari sumber gas
yang sama yaitu Sumber Gas Satu, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar-4. Lalu
perusahaan distribusi gas mana yang dipilih untuk mengembangkan jaringan pipa distribusi?.
Perhatikan Gambar-4 berikut.
Gambar-4:
Lokasi Calon Pelanggan di titik: X, Y dan Z
Pengembangan
jaringan untuk menggapai konsumen baru tersebut, tentu akan lebih efisien
dilakukan oleh perusahaan distribusi gas yang paling dekat dengan lokasi calon
pelanggan baru tersebut. Sehingga Persusahaan A yang layak dipilih
mengembangkan jaringan untuk calon konsumen di TITIK X, Perusahaan C untuk
calon konsumen di TITIK Y, dan Perusahaan B untuk calon konsumen di TITIK Z.
Namun
demikian SKK MIGAS sebagai otoritas hulu juga harus konsisten dalam
mengalokasikan gas bumi, yaitu harus dialokasikan atau diberikan kepada
perusahaan distribusi gas yang terdekat dengan calon pelanggan baru
Dengan
demikian SKK MIGAS harus mengalokasikan gasnya kepada Perusahaan A untuk
mensuplai calon konsumen di TITIK X, kepada Perusahaan C untuk mensiuplai
konsumen di TITIK Y, dan Perusahaan B untuk mensuplai calon konsumen di TITIK
Z.
Berdasarkan
2 pont tersebut di atas, timbul juga 2 pertanyaan, pertama apakah perlu ada lelang
ruas pipa pada wilayah jaringan distribusi gas bumi, dan kedua apakah perlu ada
Rencana Induk Jaringan Pipa Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional
(RIJTDGBN).
Berdasarkan
ketentuan pada 2 point di atas, tentu lelang ruas atau jaringan pipa gas
menjadi tidak relevan lagi. Kalau agumentasi lelang adalah untuk mendapatkan perusahaan
yang bisa menyediakan jasa lebih murah maka dengan mudah terbantahkan apabila
Pemerintah telah mengatur harga jual gas di konsumen akhir, sebab perusahaan
eksisting yang dipilih tidak mungkin menerapkan jasa yang mahal karena
keuntungan mereka telah dibatasi oleh batasan IRR sebagaimana telah
didiskusikan pada Bagian 2 didepan.
Demikian
juga RIJTDGBN menjadi kurang relevan, sebab secara otomatis pengembangan
jaringan pipa akan berjalan dengan sendirinya apabila 2 point ketentuan di atas
dilakukan. Jujur, sangt sulit bercerita kongkret tentang manfaat RIJTDGBN
KASUS
KEDUA
Misalkan
ditemukan gas di lapangan baru katakanlah di Sumber Gas Kedua sebanyak
70 MMscfd (70 BBTU/D). Misalkan SKK MIGAS terlanjur mengalokasikan gas ini
kepada Trader N, dan oleh Trader N ini gas bumi dijual kepada
calon konsumnen yang lokasinya berada di TITIK Q sebagaimana ditunjukkan pada Gambar-5 berikut. Lalu bagaimana cara mengaturnya agar tetap menjadi efisien.
Gambar-5:
Lokasi Calon Pelanggan di titik Q, Suplai gas dari Sumber Gas Kedua
KEEMPAT MENGATUR ZONA TARIF DISTRIBUSI GAS
Tentu
saja jika Trader N ini membangun pipa
baru akan menimbulkan inefficiency
dan makin menambah tumpang tindihnya jaringan pipa, sebab baik Sumber Gas Kedua
maupun Calon Konsumen baru yang terletak titik Q, lokasinya dekat dengan
Jaringan Distribusi Gas Milik Perusahaan B
Akan
menjadi efisien jika Trader N ini
menggunakan jaringan pipa milik Perusahaan B, namun konsekuensinya jaringan
pipa distribusi Perusahaan B harus di open access.
Jika
memang Perusahaan B diwajibkan untuk open
access, maka Badan Pengatur harus menentukan Tarif Pengangkutan yang
sifatnya tidak point to point
melainkan Tarif Pengangkutan yang bersifat Zona
Tarif atau tarif pengangkutan yang berlaku sama diseluruh wilayah jaringan
distribusi gas milik Perusahaan B. Point to Point Tarif tidak bisa diterapkan pada jaringan distribusi gassebab akan terjadi arah fisik aliran gas tidak sesuai dengan arah transaksi komersialnya dimana gas yang diterima calon konsumen di titik Q belum tentu bersal dari Sumber Gas Kedua.
Misalkan
Jaringan Pipa Distribusi Perusahaan B terdiri dari jaringan pipa distribusi
tekanan tinggi, tekanan menengah dan tekanan rendah, tentu tidak semuanya mudah
untuk di open access, selain jaringan
distribusi tekanan tinggi. Untuk itu maka Badan Pengatur harus menginventarisir
capex dan opex jaringan distribusi tekanan tinggi tersebut, untuk digunakan
sebagai data perhitungan Zona Tarif
pada jaringan pipa distribusi tekanan tinggi tersebut.
Setelah diinventariser misalkan dari capex jaringan distribusi gas
tekanan tinggi milik Perusahaan B adalah sebesar USD 4.000 juta dari total
capex seluruh jaringan pipa distribusi yaitu sebesar USD 9.000 juta, sebagaimana
telah dibahas pada paragrap sebelumnya. Selanjutnya Badan Pengatur
memperkirakan dengan baik nilai investasi yang dibutuhkan untuk menyambung pipa
baik dari Sumber Gas Kedua dan lokasi calon konsumen di titik Q ke jaringan
pipa distribusi milik Perusahaan B. Katakanlah kebutuhan capex untuk membuat
sambungan pipa tersebut dan meningkatkan kapasitas pipa adalah sebesar USD 50
juta. Dengan demikian maka dapat dihitung besar Zona Tarif pada jaringan distribusi Perusahaan B yaitu sebesar USD
1,56/MMBTU, yang perhitungannya ditunjukkan pada Tabel-5 berikut.
KELIMA MENGATUR HARGA GAS JUAL TRADER
Saat
ini Pemerintah tidak mengatur harga jual gas para trader (perusahaan niaga gas tanpa memiliki fasilitas), sehingga
para trader dapat menggapai
keuntungan sebanyak mungkin meskipun tidak berkonstribusi didalam pembangunan
infrastruktur gas bumi. Hal ini tentu kontradiksi dngan perusahaan yang
membangun jaringan pipa dimanana Tarif pengangkutan telah diatur noleh BPH
Migas. Akibatnya bisa terjadi para perusahaan trader memperoleh margin lebih
besar dari pada perusahaan yang membangun infrastruktur. Tentu hal ini tidak
adil, selain itu konstitusi mengamanatkan bahwa harga gas harus ditetapkan oleh
Pemerintah. Oleh karena itu harga gas jual para trader ke konsumennya harus diatur agar Pemerintah tidak dituduh
melanggar konstitusi.
Banyak
cara-cara umum yang dapat digunakan untuk mengatur margin perusahaan trader,
misalkan berdasarkan prosentase dari harga gas di hulu atau prosentase dari
total expenditure yang dikeluarkan
oleh perusahaan trader.
Untuk
mudahnya kita mengacu kepada peraturan BPH Migas yang digunakan untuk emnghitung
Tarif pengangkutan pada fasilitas jaringan pipa yang telah mengalami fully depreciated. Bila mengacu pada
peraturan tersebut, maka margin para perusahaan trader dibatasi maksimum 5%
dari total biaya expenditure tahunan.
Untuk
memahami ini, kita akan membuat contoh dengan mengandaikan misal harga jual gas dari Sumber Gas Kedua yang dijual SKK Migas ke Trader adalah
sebesar USD 8,00/MMBTU. Maka dengan ketentuan margin Trader sebesar 5% dari
total expenditure akan diperoleh
harga jual ke consume di titik Q sebesar USD 10,23/MMBTU dan Trader mendapat
keuntungan sebesar USD 0,49/MMBTU yang hitungan rincinya dapat dilihat pada
Tabel-6 berikut.
Berikut
dibuat contoh terdapat 2 trader yang terlibat pada rantai penjualan gas bumi
dari Sumber Gas Kedua sampai calon konsumen pada titik Q.
Tabel-7
menjelaskan perhitungan harga gas yang dijual oleh Trader Pertama ke Trader Kedua,
dimana diperoleh hasil bahwa harga jual gas dari Trader Pertama ke Trader Kedua
adalah sebesar USD 8,13/MMBTU, dan keuntungan yang diperoleh Trader Pertama
adalah sebesar USD 0,08/MMBTU
Sedangkan
Tabel-8 menjelaskan harga gas yang dijual oleh Trader Kedua kepada calon Konsumen
di titik Q, dimana diperoleh hasil bahwa harga gas yang dijuan dari Trader
Kedua ke Konsumen adalah sebesar USD 10,23/MMBTU, dan keuntungan yang diperoleh
Trader Kedua adalah sebesar USD 0,40/MMBTU
Dapat
disimpulkan pula dari perhitungan pada Tabel-6 dan Tabel-8, harga jual gas
kepada di Konsumen titik Q besarnya tetap sama yaitu USD 10,23/MMBTU, tidak
peduli tradernya satu atau dua.
Pada saat tradernya hanya satu, keuntungannya trader tersebut USD 0,49/MMBtu (angka ini bias saja 0,48 sebab pembulatan yg tak akurat), sedangkan ketika tradernya menjadi dua (bertingkat) maka trader pertama untung USD 0,08/MMBTU dan trader kedua untung USD 0,40/MMBTU, yang mana kalau di jumlah sama dengan USD 0,48/MMBTU. Jadi asal dibuat aturan sebagaimana dijelaskan di atas, tidak usah pusing-pusing dengan adanya trader bertingfkat, sebab margin totalnya tetap tidak berubah, mau satu trader atau sepuluh trader total marginnya tetap sebesar USDS 0,48/MMBTU. Biarkan saja banyak trader, itung-itung memeratakan dan memperbanyak lapangan pekerjaan.
UPDATE
JARINGAN GAS SETELAH OPEN ACCESS
Setelah
jaringan pipa distribusi gas bumi milik Perusahaan B di open access, kini terdapat 3 buah perusahaan niaga dengan fasilitas
(dedicated hilir) dan 1 atau 2 buah
perusahaan niaga gas bumi tanpa fasilitas (trader).
Oleh karena kondisi wilayah jaringan sebagaimana ditunjukan pada Gambar-3 sebelumnya,
kini telah berubah menjadi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar-6 berikut.
Gambar-6: Update Jaringan Distribusi Gas Bumi Setelah Open Access
Akibat
adanya pelanggan dan pemasok baru, maka harga jual gas bumi ke konsumen yang
sebelumnya sudah seragam yaitu sebesar USD 10,21/MMBTU, menjadi tidak seragam
lagi, sebab konsumen baru di titi Q mendapat harga yang lebih besar walau
sedikit yaitu USD 10,23/MMBTU. Untuk itu harga gas di wilayah jaringan
distribusi ini harus diseragamkan kembali.
Disamping
itu, Perusahan B yang awalnya hanya berniaga dengan fasilitas (dedicated hilir) kini juga menjalankan
fungsi sebagai pengangkut gas bumi. Untuk itu sebelum menyeragamkan gas
kembali, kita review cash flow dari Perusahaan B yang kini telah menjalankan
fungsi sebagai pengangkut dan peniaga gas secara bersamaan, sebab sekarang Perusahaan B ini mempunyai dua sumber pendapatan yaitu
pendapatan dari pengangkutan dan pendapatan dari niaga. Untuk itu harga jual gas
keekonomian yang dijual oleh Perusahaan B ke konsumen perlu dihitung kembali.
Sebagai
tambahan, mengingat bahwa Perusahaan B telah menyediakan pipanya untuk open acces, maka perlu ditambah insentif
IRR sebesar 0,25%. Dengan demikian IRR yang sebelumnya ditetapkan oleh Badan
Pengatur sebesar 9,75%, kini menjadi 10,00%.
Dari
hasil perhitungan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel-9, harga jual keekonomian
Perusahaan B yang sebelumnya USD 10,64/MMBTU turun menjadi USD 10,58/MMBTU.
Meskipun harga jual keekonomian turun, namun Perusahaan B mendapat tambahan
pendapatan sebesar USD 110 juta selama 12 tahun. Sebelum open access pendapatan
total selama 12 tahun adalah USD 69.931 juta, setelah open access pendapatan
total selama 12 tahun menjadi USD 70.041 juta.
Penyeragaman kembali harga gas bumi tidak akan dibahas rinci lagi
mengingat mekanismenya dan cara perhitungannya telah dibahas pada Bagian 3 di
depan. Setelah dieragamkan kembali harga jual gas ke konsumen yang sebelumnya
USD 10,21/MMBTU kini menjadi USD 10,18/MMBTU, yang mana turun USD 0,03/MMBTU
akibat adanya open access. Gambar-7
berikut menunjukkan harga jual gas bumi yang telah diseragamkan kembali.
Gambar-7:
Hasil Penyeragaman Kembali Harga Jual Gas Bumi
PIPA BARU YANG TAK TERKAIT SECARA KOMERSIAL DENGAN PIPA EXISTING
Mungkinkah ada pembangunan pipa baru yang tidak terkait secara komersial
dengan jaringan existing. Untuk menjawab ini perhatikan calon konsumen baru (BULATAN HIJAU) di
titik K, yang mana supali gasnya berasal dari Sumber Gas Kedua sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar-8 berikut
Gambar-8: Calon Konsumen yang tidak
terkait secara komersial dengan jaringan existing
Calon
konsumen baru di titik K, sama sekali tak terkait secara komersial dengan
jaringan pipa existing, dilihat baik dari lokasi calon pelanggan maupun sumber
pasok gasnya. Artinya memungkinkan dibangun oleh perusahaan baru yang mana
keekonomiannya akan sama saja bila dibangun oleh Perusahaan A, Perusahaan B
maupun Perusahaan C, asal konsep-konsep yang telah disimulasikan paragrap-paragrap
sebelumnya dilaksanakan.
Dengan
demikian dengan beberapapun jumlah perusahaan jaringan distribusi maupun trader semuanya biasa diatur menjadi efisien asalkan didukung dengan aturan yang masuk akal yang disusun dengan analisis yang mendalam paling tidak melalui simulasi sebagaimana dijelaskan di atas.
Berkali-kali tatakelola gas bumi didiskusikan dalam berbagai forum diskusi tapi sampai sekarang belum nampak hasilnya, sebab konsep yang disajikan tidak pernah melallui simulasi yang mendalam. Maka tidak heran kemudian muncul konsep agregator yang tentu menimbulkan kontroversi, sebab dalam konsep tersebut akan ditunjuk satu perusahan sebagai agregator yang boleh melakukan kegiatan usaha di suatu wilayah tertentu, lalu bagaimana dengan nasib perusahaan lain, terutama para perusahaan swasta yang juga telah berkonstribusi membangun infrastruktur.
Mengingat bahwa kita masih membutuhkan biaya yang besar untuk mengembangkan jaringan disttribusi gas di seluruh NKRI, tentu peran swasta nasional juga dibutuhkan di samping BUMN maupun perusahana tbk. Untuk itu jangan berpikir terbalik dengan mengamputasi salah satu dari mereka. Kebijakan yang salah baru diketahui salah di masa yang akan datang bukan saat kebijakan tersebut diluncurkan. Pendahulu kita dulu merasa benar dengan mengekspor gas bumi ke luar negeri, dan baru saat ini diketahui bahwa kebijakan tersebut adalah kebijakan yang sangat tidak tepat yang pernah dilakukan oleh pendahulu kita, yang kalau dihitung kerugiaanya bisa mencapai triliunan rupiah. Oleh karena itu mari kita tinggalkan ilmu pokoke diganti dengan ilmu analitis manakala akan merumuskan kebijakan.
Bagi para perumus tata kelola hilir gas bumi, makalah ini sudah aku sampaikan melalui facebook, sms dan wa, tolong dibaca.
Sebenarnya jika Pemerintah punya aturan tentang penetapan harga gas di konsumen akhir sejak dulu, tentu kondisi tidak teratur ini tidak akan separah sekarang, sebab dengan mengatur harga tersebut kondisi akan menjadi lebih teratur sebagaimana telah disimulasikan di depan.
Sebab, kewajiban Pemerintah untuk menetapkan Harga Gas Bumi tertuang dalam Pasal 72 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Pertauran Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004, yang berbunyi: Harga BBM dan Gas Bumi diatur dan /atau ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan demikian udah 7 tahun dihitung dari tahun 2009, Pemerintah tidak melaksanakan Pasal 72 PP tersebut.
Malah didalam Peraturan Menteri No 19 Tahun 2009, Tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa, yang dikeluarkan 5 bulan setelah PP No 30 Tahun 2009 dikeluarkan, disebutkan pada Pasal 21 ayat 4 dan 5, bahwa harga Gas Bumi ditetapkan oleh Badan Usaha. Berikut bunyi Pasal 21 ayat 4 dan 5 Permen 19:
Menyimpulkan bahwa ketidak tetaturan ini karena adanya institusi baru yang namanya Badan Pengatur tentu tidak benar, sebab Badan Pengatur justru telah berhasil mengatur tatif pengangkutan gas bumi melalui pipa yang terukur, fair dan transparan. Sedangkan harga gas baik di hulu maupun hilir tidak ada satupun yang transparan.
KESIMPULAN
Dari
simulasi pengaturan kegiatan usaha hilir gas bumi sebagaimana telah diutarakan
diatas, berikut ini kesimpulannya.
PENUTUP
Apabila penyeragaman harga masih dianggap susah dimengerti. Sebagai langkah awal yang sangat mudah dilakukan adalah: Pemerintah melalui Badan Pengarur atau melalui Pemerintah sendiri segera mengatur harga jual gas bumi di konsumen akhir baik harga gas yang berasal dari perusahaan distribusi dedicated hilir maupun trader. Sebab hal tersebut merupakan amanah konstitusi yang tentunya wajib dilaksanakan. Disamping itu mengatur hal tersebut sangat mudah tinggal membatasi IRR untuk perusahaan dedicated hilir dan pembatasan margin untuk trader sebagaimana telah diulas pada artikel ini.
Namun jika aggregator tetap dipaksakan dengan catatan Badan Pengatur tidak perlu terlibat dalam transaksi keuangan, maka:
Sebaiknya dibentuk suatu Distribution System Operator (DSO) sebagaimana dilakukan di negara-negara Uni Eropa. DSO adalah suatu perusahaan yang dibentuk oleh ketiga perusahaan distribui A, B dan C dengan komposisi saham sesuai dengan nilai aset masing-masing perusahaan tersebut, atau salah satu dari perusahaan distribusi tersebut bertindak sebagai DSO apabila bisa diterima dan tidak menimbulkan kotroversi. Adapun fungsi DSO adalah mengoperasikan dan mengatur jaringan pipa, menarik tagihan dari pelanggan berdasarkan harga gas yang telah ditentukan oleh Pemerintah atau Badan Pengatur, dan mebagikan pendapatan tersebut kepada masing-masing perusahaan distribusi berdasarkan harga gas keekonomiannya masing-masing.
Sedangkan untuk wilayah baru yang belum ada jaringan pipa gas, maka pada wilayah jaringan baru tersebut baru relevan dibentuk Badan Usaha Penyangga sebagai perusahaan satu-satunya yang boleh melakukan kegiatan usaha di wilayah baru tersebut, dengan tujuan agar pada wilayah jaringan baru tersebut tertata dengan baik menghindari jaringan pipa gas tumpang tindih. Namun demikian harga gas pada wilayah jaringan baru ini tetap harus ditetapkan oleh Pemerintah atau Badan Pengatur, kerena amanat konstitusi.