Selasa, 08 September 2015

SIMULASI PENGATURAN KEGIATAN USAHA DISTRIBUSI GAS BUMI


PENGANTAR

Kegiatan usaha distribusi gas bumi saat ini dapat dibilang tidak teratur, dimana jaringan pipa gas bumi tumpeng tindih dan harga gas bumi pada konsumen akhir berbeda-beda walau untuk satu jenis konsumen pada lokasi yang berdekatan.
Meskipun Konstitusi mengamanatkan bahwa harga gas bumi harus ditentukan oleh pemerintah, namun sampai dengan saat ini belum ada aturan pemerintah yang mengatur harga gas tersebut. Alhasil harga menjadi beragam dan tak terkontrol sebab ditentukan sendiri oleh masing-masing perusahaan pemilik jaringan distrubusi gas bumi. Untuk memudahkan analisis, kondisi kegiatan usaha distribusi gas saat ini diilustrasikan melalui Gambar-1.



 Gambar-1: Jaringan gas tumpang tindih dengan harga beragam karena tidak diatur

Pada Gambar-1 di atas, terdapat 3 perusahaan jaringan distribusi gas yaitu Perusahaan A (pipa warna merah), Perusahaan B (pipa warna hitam) dan Perusahaan C (pipa warna biru). Gambar bulatan warna merah adalah konsumnen gas Perusahaan A, bulatan warna hitam adalah konsumen gas Perusahaan B, dan bulatan warna biru adalah konsumen gas Perusahaan C.

Meskipun harga beli gas dari pemasok besarnya sama, masing-masing perusahaan distribusi gas menjualnya dengan harga berbeda. Perusahaan A menjual gas ke konsumen dengan harga USD 9,00/MMBTU, Perusahaan B menjual dengan harga  USD 11,00/MMBTU, dan  Perusahaan C menjual harga USD 10,00/MMBTU
Untuk mengatasi hal tersebut, saya mencoba melakukan simulasi pengaturan melaui langkah-langkah berikut:


PERTAMA MENGATUR IRR (RETURN) PERUSAHAAN JARINGAN GAS
Sebagaimana diketahui secra umum, kegiatan usaha distribusi gas bumi  merupakan kegiatan public utilities, oleh sebab itu sebagaimana lazim dipraktekkan di berbagai negara, keuntungan atau IRR (internal rate of return) dibatasi, yaitu sebesar WACC (weighted average cost of capital) ditambah incentive IRR.
Misalkan masing-masing perusahaan distribusi gas memiliki data investasi, struktur modal, volume gas bumi, dan life time usaha sebagaimana ditunjukkan pada Tabel-1 berikut.

Dengan batas maksimal IRR yang diperbolehkan, dan harga beli gas bumi USD 7,00 / MMBTU selama 12 tahun, maka harga jual gas bumi masing-masing perusahaan distribusi gas dapat dihitung dan hasilnya ditunjukkan pada Tabel-2 berikut

 

Tabel-3 berikut menunjukkan contoh perhitungan harga jual gas bumi pada jaringan distribusi gas milik Perusahaan B.


Dengan demikian kondisi harga gas bumi pada jaringan pipa akibat pembatasan maksimal IRR, menjadi turun seperti diilustrasikan pada gambar Gambar-2 berikut:

Gambar-2: Harga Jual Gas Bumi Setelah Adanya Aturan Pembatasan Maksimal IRR

 
KEDUA PENYERAGAMAN HARGA GAS OLEH BADAN PENGATUR

Setelah Pengaturan  IRR, langkah berikutnya adalah pengaturan penyeragaman harga gas di konsumen oleh Badan Pengatur. Dalam pengaturan ini Badan Pengatur melakukan tugas sebagai berikut:

Didepan pada Tabel-2, telah dihitung harga jual gas keekonomian berdasarkan IRR yang telah ditetapkan Badan Pengatur. Maka tugas Badan Pengatur berikutnya adalah menentukan harga jual gas yang seragam bagi konsumen, dengan metoda weighted average prices of gas, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel-4 berikut.



Berdasarkan perhitungan di atas, maka Badan Pengatur menetapkan harga gas yang seragam bagi konsumen yaitu sebesar USD 10,21 / MMBTU. Konsumen tidak membayar gas langsung kepada perusahaan distribusi gas melainkan dibayarkan kepada Badan Pengatur. Selanjutnya Badan Pengatur melakukan pembayaran kepada perusahaan distribusi gas sesuai dengan harga jual gas keekonomian masing-masing perusahaan.

Sebagai contoh penjualan gas pada jaringan distribusi gas milik Perusahaan A, Jumlah gas yang disalurkan kepada konsumen adalah 50 BBTU/hari, dengan demikian total pembayaran yang ditarik oleh Badan Pengatur pada konsumen di jaringan pipa distribusi gas milik Perusahaan A adalah USD 510.956 (yaitu: 50.000 MMBTU/D x USD 10,21/MMBTU) untuk hari yang bersangkutan. Namun yang dibayarkan oleh Badan Pengatur kepada Perusahaan A tidak sebesar USD 510.956 melainkan hanya sebesar USD 410.511, sebab harga jual gas keekonomian pada Perusahaan A hanya USD 8,21/MMBTU bukan USD 10,21/MMBTU

Dengan demikian di seluruh wilayah jaringan distribusi gas bumi hanya ada satu harga jual gas bumi kepada konsumen yaitu sebesar USD 10,21/MMBTU sebagimana ditunjukkan pada Gambar-3 berikut.




Gambar-3: Harga jual gas bumi yang telah seragam

 KETIGA MENGATUR PENGEMBANGAN JARINGAN

Masing-masing perusahaan distribusi diberi kesempatan mengembangkan jaringan distribusinya, namun harus dipilih yang mana yang paling efisien. Bagaimana cara Badan Pengatur memilihnya, berikut diberikan contoh kasus perkasus.

KASUS PERTAMA
Misalkan ada calon konsumen baru (bulatan kuning) yang lokasinya di TITIK X, TITIK Y dan TITIK Z. Suplai gas untuk calon konsumen baru ini masih berasal dari sumber gas yang sama yaitu Sumber Gas Satu, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar-4. Lalu perusahaan distribusi gas mana yang dipilih untuk mengembangkan jaringan pipa distribusi?. Perhatikan Gambar-4 berikut.

Gambar-4: Lokasi Calon Pelanggan di titik: X, Y dan Z

Pengembangan jaringan untuk menggapai konsumen baru tersebut, tentu akan lebih efisien dilakukan oleh perusahaan distribusi gas yang paling dekat dengan lokasi calon pelanggan baru tersebut. Sehingga Persusahaan A yang layak dipilih mengembangkan jaringan untuk calon konsumen di TITIK X, Perusahaan C untuk calon konsumen di TITIK Y, dan Perusahaan B untuk calon konsumen di TITIK Z.

Namun demikian SKK MIGAS sebagai otoritas hulu juga harus konsisten dalam mengalokasikan gas bumi, yaitu harus dialokasikan atau diberikan kepada perusahaan distribusi gas yang terdekat dengan calon pelanggan baru

Dengan demikian SKK MIGAS harus mengalokasikan gasnya kepada Perusahaan A untuk mensuplai calon konsumen di TITIK X, kepada Perusahaan C untuk mensiuplai konsumen di TITIK Y, dan Perusahaan B untuk mensuplai calon konsumen di TITIK Z.
Berdasarkan 2 pont tersebut di atas, timbul juga 2 pertanyaan, pertama apakah perlu ada lelang ruas pipa pada wilayah jaringan distribusi gas bumi, dan kedua apakah perlu ada Rencana Induk Jaringan Pipa Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional (RIJTDGBN).

Berdasarkan ketentuan pada 2 point di atas, tentu lelang ruas atau jaringan pipa gas menjadi tidak relevan lagi. Kalau agumentasi lelang adalah untuk mendapatkan perusahaan yang bisa menyediakan jasa lebih murah maka dengan mudah terbantahkan apabila Pemerintah telah mengatur harga jual gas di konsumen akhir, sebab perusahaan eksisting yang dipilih tidak mungkin menerapkan jasa yang mahal karena keuntungan mereka telah dibatasi oleh batasan IRR sebagaimana telah didiskusikan pada Bagian 2 didepan.

Demikian juga RIJTDGBN menjadi kurang relevan, sebab secara otomatis pengembangan jaringan pipa akan berjalan dengan sendirinya apabila 2 point ketentuan di atas dilakukan. Jujur, sangt sulit bercerita kongkret tentang manfaat RIJTDGBN

KASUS KEDUA
Misalkan ditemukan gas di lapangan baru katakanlah di Sumber Gas Kedua sebanyak 70 MMscfd (70 BBTU/D). Misalkan SKK MIGAS terlanjur mengalokasikan gas ini kepada Trader N, dan oleh Trader N ini gas bumi dijual kepada calon konsumnen yang lokasinya berada di TITIK Q  sebagaimana ditunjukkan pada Gambar-5 berikut. Lalu bagaimana cara mengaturnya agar tetap menjadi efisien.

  Gambar-5: Lokasi Calon Pelanggan di titik Q, Suplai gas dari Sumber Gas Kedua

 
KEEMPAT MENGATUR ZONA TARIF DISTRIBUSI GAS

Tentu saja jika Trader N ini membangun pipa baru akan menimbulkan inefficiency dan makin menambah tumpang tindihnya jaringan pipa, sebab baik Sumber Gas Kedua maupun Calon Konsumen baru yang terletak titik Q, lokasinya dekat dengan Jaringan Distribusi Gas Milik Perusahaan B

Akan menjadi efisien jika Trader N ini menggunakan jaringan pipa milik Perusahaan B, namun konsekuensinya jaringan pipa distribusi Perusahaan B harus di open access.

Jika memang Perusahaan B diwajibkan untuk open access, maka Badan Pengatur harus menentukan Tarif Pengangkutan yang sifatnya tidak point to point melainkan Tarif Pengangkutan yang bersifat Zona Tarif atau tarif pengangkutan yang berlaku sama diseluruh wilayah jaringan distribusi gas milik Perusahaan B. Point to Point Tarif tidak bisa diterapkan pada jaringan distribusi gassebab akan terjadi arah fisik aliran gas tidak sesuai dengan arah transaksi komersialnya dimana gas yang diterima calon konsumen di titik Q belum tentu bersal dari Sumber Gas Kedua.

Misalkan Jaringan Pipa Distribusi Perusahaan B terdiri dari jaringan pipa distribusi tekanan tinggi, tekanan menengah dan tekanan rendah, tentu tidak semuanya mudah untuk di open access, selain jaringan distribusi tekanan tinggi. Untuk itu maka Badan Pengatur harus menginventarisir capex dan opex jaringan distribusi tekanan tinggi tersebut, untuk digunakan sebagai data perhitungan Zona Tarif pada jaringan pipa distribusi tekanan tinggi tersebut.
Setelah diinventariser misalkan dari capex jaringan distribusi gas tekanan tinggi milik Perusahaan B adalah sebesar USD 4.000 juta dari total capex seluruh jaringan pipa distribusi yaitu sebesar USD 9.000 juta, sebagaimana telah dibahas pada paragrap sebelumnya. Selanjutnya Badan Pengatur memperkirakan dengan baik nilai investasi yang dibutuhkan untuk menyambung pipa baik dari Sumber Gas Kedua dan lokasi calon konsumen di titik Q ke jaringan pipa distribusi milik Perusahaan B. Katakanlah kebutuhan capex untuk membuat sambungan pipa tersebut dan meningkatkan kapasitas pipa adalah sebesar USD 50 juta. Dengan demikian maka dapat dihitung besar Zona Tarif pada jaringan distribusi Perusahaan B yaitu sebesar USD 1,56/MMBTU, yang perhitungannya ditunjukkan pada Tabel-5 berikut.

 
KELIMA MENGATUR HARGA GAS JUAL TRADER

Saat ini Pemerintah tidak mengatur harga jual gas para trader (perusahaan niaga gas tanpa memiliki fasilitas), sehingga para trader dapat menggapai keuntungan sebanyak mungkin meskipun tidak berkonstribusi didalam pembangunan infrastruktur gas bumi. Hal ini tentu kontradiksi dngan perusahaan yang membangun jaringan pipa dimanana Tarif pengangkutan telah diatur noleh BPH Migas. Akibatnya bisa terjadi para perusahaan trader memperoleh margin lebih besar dari pada perusahaan yang membangun infrastruktur. Tentu hal ini tidak adil, selain itu konstitusi mengamanatkan bahwa harga gas harus ditetapkan oleh Pemerintah. Oleh karena itu harga gas jual para trader ke konsumennya harus diatur agar Pemerintah tidak dituduh melanggar konstitusi.

Banyak cara-cara umum yang dapat digunakan untuk mengatur margin perusahaan trader, misalkan berdasarkan prosentase dari harga gas di hulu atau prosentase dari total expenditure yang dikeluarkan oleh perusahaan trader.

Untuk mudahnya kita mengacu kepada peraturan BPH Migas yang digunakan untuk emnghitung Tarif pengangkutan pada fasilitas jaringan pipa yang telah mengalami fully depreciated. Bila mengacu pada peraturan tersebut, maka margin para perusahaan trader dibatasi maksimum 5% dari total biaya expenditure tahunan.


Untuk memahami ini, kita akan membuat contoh dengan mengandaikan misal  harga jual gas dari Sumber Gas  Kedua yang dijual SKK Migas ke Trader adalah sebesar USD 8,00/MMBTU. Maka dengan ketentuan margin Trader sebesar 5% dari total expenditure akan diperoleh harga jual ke consume di titik Q sebesar USD 10,23/MMBTU dan Trader mendapat keuntungan sebesar USD 0,49/MMBTU yang hitungan rincinya dapat dilihat pada Tabel-6 berikut.


Berikut dibuat contoh terdapat 2 trader yang terlibat pada rantai penjualan gas bumi dari Sumber Gas Kedua sampai calon konsumen pada titik Q.

Tabel-7 menjelaskan perhitungan harga gas yang dijual oleh Trader Pertama ke Trader Kedua, dimana diperoleh hasil bahwa harga jual gas dari Trader Pertama ke Trader Kedua adalah sebesar USD 8,13/MMBTU, dan keuntungan yang diperoleh Trader Pertama adalah sebesar USD 0,08/MMBTU

Sedangkan Tabel-8 menjelaskan harga gas yang dijual oleh Trader Kedua kepada calon Konsumen di titik Q, dimana diperoleh hasil bahwa harga gas yang dijuan dari Trader Kedua ke Konsumen adalah sebesar USD 10,23/MMBTU, dan keuntungan yang diperoleh Trader Kedua adalah sebesar USD 0,40/MMBTU

Dapat disimpulkan pula dari perhitungan pada Tabel-6 dan Tabel-8, harga jual gas kepada di Konsumen titik Q besarnya tetap sama yaitu USD 10,23/MMBTU, tidak peduli tradernya satu atau dua.

Pada  saat tradernya hanya satu, keuntungannya trader tersebut USD 0,49/MMBtu (angka ini bias saja 0,48 sebab pembulatan yg tak akurat), sedangkan ketika tradernya menjadi dua (bertingkat) maka trader pertama untung USD 0,08/MMBTU dan trader kedua untung USD 0,40/MMBTU, yang mana kalau di jumlah sama dengan USD 0,48/MMBTU. Jadi asal dibuat aturan sebagaimana dijelaskan di atas, tidak usah pusing-pusing dengan adanya trader bertingfkat, sebab margin totalnya tetap tidak berubah, mau satu trader atau sepuluh trader total marginnya tetap sebesar USDS 0,48/MMBTU. Biarkan saja banyak trader, itung-itung memeratakan dan memperbanyak lapangan pekerjaan.

 
UPDATE JARINGAN GAS SETELAH OPEN ACCESS

Setelah jaringan pipa distribusi gas bumi milik Perusahaan B di open access, kini terdapat 3 buah perusahaan niaga dengan fasilitas (dedicated hilir) dan 1 atau 2 buah perusahaan niaga gas bumi tanpa fasilitas (trader). Oleh karena kondisi wilayah jaringan sebagaimana ditunjukan pada Gambar-3 sebelumnya, kini telah berubah menjadi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar-6 berikut.

 Gambar-6: Update Jaringan Distribusi Gas Bumi Setelah Open Access

Akibat adanya pelanggan dan pemasok baru, maka harga jual gas bumi ke konsumen yang sebelumnya sudah seragam yaitu sebesar USD 10,21/MMBTU, menjadi tidak seragam lagi, sebab konsumen baru di titi Q mendapat harga yang lebih besar walau sedikit yaitu USD 10,23/MMBTU. Untuk itu harga gas di wilayah jaringan distribusi ini harus diseragamkan kembali.

Disamping itu, Perusahan B yang awalnya hanya berniaga dengan fasilitas (dedicated hilir) kini juga menjalankan fungsi sebagai pengangkut gas bumi. Untuk itu sebelum menyeragamkan gas kembali, kita review cash flow dari Perusahaan B yang kini telah menjalankan fungsi sebagai pengangkut dan peniaga gas secara bersamaan, sebab sekarang Perusahaan B ini mempunyai dua sumber pendapatan yaitu pendapatan dari pengangkutan dan pendapatan dari niaga. Untuk itu harga jual gas keekonomian yang dijual oleh Perusahaan B ke konsumen perlu dihitung kembali.
Sebagai tambahan, mengingat bahwa Perusahaan B telah menyediakan pipanya untuk open acces, maka perlu ditambah insentif IRR sebesar 0,25%. Dengan demikian IRR yang sebelumnya ditetapkan oleh Badan Pengatur sebesar 9,75%, kini menjadi 10,00%.
Dari hasil perhitungan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel-9, harga jual keekonomian Perusahaan B yang sebelumnya USD 10,64/MMBTU turun menjadi USD 10,58/MMBTU. Meskipun harga jual keekonomian turun, namun Perusahaan B mendapat tambahan pendapatan sebesar USD 110 juta selama 12 tahun. Sebelum open access pendapatan total selama 12 tahun adalah USD 69.931 juta, setelah open access pendapatan total selama 12 tahun menjadi USD 70.041 juta.



Penyeragaman kembali harga gas bumi tidak akan dibahas rinci lagi mengingat mekanismenya dan cara perhitungannya telah dibahas pada Bagian 3 di depan. Setelah dieragamkan kembali harga jual gas ke konsumen yang sebelumnya USD 10,21/MMBTU kini menjadi USD 10,18/MMBTU, yang mana turun USD 0,03/MMBTU akibat adanya open access. Gambar-7 berikut menunjukkan harga jual gas bumi yang telah diseragamkan kembali.


Gambar-7: Hasil Penyeragaman Kembali Harga Jual Gas Bumi

PIPA BARU YANG TAK TERKAIT SECARA KOMERSIAL DENGAN PIPA EXISTING
Mungkinkah ada pembangunan pipa baru yang tidak terkait secara komersial dengan jaringan existing. Untuk menjawab ini perhatikan calon konsumen baru (BULATAN HIJAU) di titik K, yang mana supali gasnya berasal dari Sumber Gas Kedua sebagaimana ditunjukkan pada Gambar-8 berikut

Gambar-8: Calon Konsumen yang tidak terkait secara komersial dengan jaringan existing



Calon konsumen baru di titik K, sama sekali tak terkait secara komersial dengan jaringan pipa existing, dilihat baik dari lokasi calon pelanggan maupun sumber pasok gasnya. Artinya memungkinkan dibangun oleh perusahaan baru yang mana keekonomiannya akan sama saja bila dibangun oleh Perusahaan A, Perusahaan B maupun Perusahaan C, asal konsep-konsep yang telah disimulasikan paragrap-paragrap sebelumnya dilaksanakan.

Dengan demikian dengan beberapapun jumlah perusahaan jaringan distribusi maupun trader   semuanya biasa diatur menjadi efisien asalkan didukung dengan aturan yang masuk akal yang disusun dengan analisis yang mendalam paling tidak melalui simulasi sebagaimana dijelaskan di atas. 

Berkali-kali tatakelola gas bumi didiskusikan dalam berbagai forum diskusi tapi sampai sekarang belum nampak hasilnya, sebab konsep yang disajikan tidak pernah melallui simulasi yang mendalam.  Maka tidak heran kemudian muncul konsep agregator yang tentu menimbulkan kontroversi, sebab dalam konsep tersebut akan ditunjuk satu perusahan sebagai agregator yang boleh melakukan kegiatan usaha di suatu wilayah tertentu, lalu bagaimana dengan nasib perusahaan lain, terutama para perusahaan swasta yang juga telah berkonstribusi membangun infrastruktur. 

Mengingat bahwa kita masih membutuhkan biaya yang besar untuk mengembangkan jaringan disttribusi gas di seluruh NKRI, tentu peran swasta nasional juga dibutuhkan di samping BUMN maupun perusahana tbk. Untuk itu jangan berpikir terbalik dengan mengamputasi salah satu dari mereka. Kebijakan yang salah baru diketahui salah di masa yang akan datang bukan saat kebijakan tersebut diluncurkan. Pendahulu kita dulu merasa benar dengan mengekspor gas bumi ke luar negeri, dan baru saat ini diketahui bahwa kebijakan tersebut adalah kebijakan yang sangat tidak tepat yang pernah dilakukan oleh pendahulu kita, yang kalau dihitung kerugiaanya bisa mencapai triliunan rupiah. Oleh karena itu mari kita tinggalkan ilmu pokoke diganti dengan ilmu analitis manakala akan merumuskan kebijakan.

Bagi para perumus tata kelola hilir gas bumi, makalah ini sudah aku sampaikan melalui facebook, sms dan wa, tolong dibaca.


Sebenarnya jika Pemerintah punya aturan tentang penetapan harga gas di konsumen akhir sejak dulu, tentu kondisi tidak teratur ini tidak akan separah sekarang, sebab dengan mengatur harga tersebut kondisi akan menjadi lebih teratur sebagaimana telah disimulasikan di depan.

Sebab, kewajiban Pemerintah untuk menetapkan Harga Gas Bumi tertuang dalam Pasal 72 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Pertauran Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004, yang berbunyi: Harga BBM dan Gas Bumi diatur dan /atau ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan demikian udah 7 tahun dihitung dari tahun 2009, Pemerintah tidak melaksanakan Pasal 72 PP tersebut.


Malah didalam Peraturan Menteri No 19 Tahun 2009, Tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa, yang dikeluarkan 5 bulan setelah PP No 30 Tahun 2009 dikeluarkan, disebutkan pada Pasal 21 ayat 4 dan 5, bahwa harga Gas Bumi ditetapkan oleh Badan Usaha. Berikut bunyi Pasal 21 ayat 4 dan 5 Permen 19:



Menyimpulkan bahwa ketidak tetaturan ini karena adanya institusi baru yang namanya Badan Pengatur tentu tidak benar, sebab Badan Pengatur justru telah berhasil mengatur tatif pengangkutan gas bumi melalui pipa yang terukur, fair dan transparan. Sedangkan harga gas baik di hulu maupun hilir tidak ada satupun yang transparan.


KESIMPULAN
Dari simulasi pengaturan kegiatan usaha hilir gas bumi sebagaimana telah diutarakan diatas, berikut ini kesimpulannya.














PENUTUP

Apabila penyeragaman harga masih dianggap susah dimengerti. Sebagai langkah awal yang sangat mudah dilakukan adalah: Pemerintah melalui Badan Pengarur atau melalui Pemerintah sendiri segera mengatur harga jual gas bumi di konsumen akhir baik harga gas yang berasal dari perusahaan distribusi dedicated hilir maupun trader. Sebab hal tersebut merupakan amanah konstitusi yang tentunya wajib dilaksanakan. Disamping itu mengatur hal tersebut sangat mudah tinggal membatasi IRR untuk perusahaan dedicated hilir dan pembatasan margin untuk trader sebagaimana telah diulas pada artikel ini.

Namun jika aggregator tetap dipaksakan dengan catatan Badan Pengatur tidak perlu terlibat dalam transaksi keuangan, maka: 

Sebaiknya dibentuk suatu Distribution System Operator (DSO) sebagaimana dilakukan di negara-negara Uni Eropa. DSO adalah suatu perusahaan yang dibentuk oleh ketiga perusahaan distribui A, B dan C dengan komposisi saham sesuai dengan nilai aset masing-masing perusahaan tersebut, atau salah satu dari perusahaan distribusi tersebut bertindak sebagai DSO apabila bisa diterima dan tidak menimbulkan kotroversi. Adapun fungsi DSO adalah mengoperasikan dan mengatur jaringan pipa, menarik tagihan dari pelanggan berdasarkan harga gas yang telah ditentukan oleh Pemerintah atau Badan Pengatur, dan mebagikan pendapatan tersebut kepada masing-masing perusahaan distribusi berdasarkan harga gas keekonomiannya masing-masing.

Sedangkan untuk wilayah baru yang belum ada jaringan pipa gas, maka pada wilayah jaringan baru tersebut baru relevan dibentuk Badan Usaha Penyangga sebagai perusahaan satu-satunya yang boleh melakukan kegiatan usaha di wilayah baru tersebut, dengan tujuan agar pada wilayah jaringan baru tersebut tertata dengan baik menghindari jaringan pipa gas tumpang tindih. Namun demikian harga gas pada wilayah jaringan baru ini tetap harus ditetapkan oleh Pemerintah atau Badan Pengatur, kerena amanat konstitusi.











Tidak ada komentar: