Dibandingkan
dengan negara lain, bahkan negara liberal sekalipun, regulasi Gas Bumi Indonesia
adalah merupakan regulasi yang paling memungkinkan timbulnya kegiatan berbiaya
tinggi pada rantai transaksi kegiatan usaha gas bumi. Sebab di negara-negara
selain Indonesia salah satu tujuan regulasi atau deregulasi adalah memperpendek
rantai transaksi kegiatan usaha, sehingga jarak transaksi antara konsumen
akhkir dan produsen gas bumi diupayakan
menjadi sependek mungkin, dengan tujuan akhir agar kegiatan usaha gas bumi menjadi
efisien.
Di
Eropa sekalipun liberal, memonopolikan infrastruktur jaringan pipa gas, adalah
praktek yang lazim dan tidak aneh bagi mereka. Bahkan mereka menyatakannya
sebagai kegiatan monopoli alamiah (natural
monopoly). Sebagai contoh: jaringan
pipa gas di Ingris dimonopoli oleh National
Grid Plc, di Italia dimonopoli oleh Snam
Rate Gas, di Perancis dimonopoli oleh GTR
Gaz, di Belanda dimonopoli oleh N.V. Nederlandse Gasunie, dan di Turki
dimonopoli oleh Botas,
Uni
Eropa yang begitu familier dengan anti monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat, namun melalui EU Gas Directive,
malah mengamanatkan tidak semua badan usaha dapat membeli gas bumi langsung dari
pemasok/produsen gas. Hanya konsumen
tertentu (disebut sebagai Eligible
Consumers) yang boleh membeli gas langsung dari pemasok, yang pada umumnya
adalah konsumen dengan tingkat konsumsi besar seperti perusahaan listrik dan
industri, yang hanya menggunakan gas untuk kebutuhan sendiri (tidak untuk
dijual lagi). Sedangkan Eligible
Consumers dari kalangan trader hanyalah perusahaan distribusi gas lokal (Local Distribution Company) yang
bertugas melayani konsumen Non-Eligible
Consumers (konsumen komersial dan rumah tangga).
Jika
demikian, lalu apa yang sebenrnya diliberalisasi di Uni Eropa. Jika dicermati
dalam EU Gas Diretive, ada 2 hal utama yang dileberalisasi yaitu: pemasokan gas
dan penggunaan kapasitas jaringan pipa.
Liberalisasi Pasokan Gas.
Latar belakang pasokan gas di Eropa diliberalkan, karena pemasok gas ke benua
Eropa sangat bergam, baik dilihat dari negara dan perusahaan pemasok gas maupun
wujud gas yang diimpor ke Eropa. Banyak negara pemasok gas bumi ke Eropa,
seperti: Rusia, Norwegia, Algeria, Qatar, Lybia, Mesir, Trinidad Tobago, Peru,
Yaman dan lain-lain baik dalam bentuk gas pipa maupun LNG. Dengan sedemikian
banyaknya pemasok gas, maka dengan liberalisasi membuat para pemasok saling
bersaing sehingga diharapkan harga gas menjadi lebih murah.
Liberalisasi Penggunaan
Kapasitas Jaringan Pipa Gas. Sebagaimana telah
diutarakan di depan, usaha jaringan pipa gas bumi bersifat monopoli alamiah, sehingga
jaringan pipa gas bumi di Eropa khususnya pipa transmisi dimonopoli oleh satu
perusahaan besar saja yang dulunya merupakan perusahaan milik negara. Dalam
rangka menunjang agar para pemasok gas dapat menjual gas secara langsung kepada
konsumen akhir (Eligible Consumer),
maka penggunaan atau kapasitas pipa gas yang notabene dimonopoli oleh satu
perusahaan harus dibuka agar dapat dipergunakan secara bersama sama (third party access atau open access) oleh para pemasok gas
maupun para Eligible Consumer.
Itulah
liberalisasi Eropa, yang terstruktur, logic,
dan semata untuk tujuan efisiensi, serta kepentingan masyarakat, bukan untuk
memperbanyak badan usaha yang mengakibatkan rantai usaha menjadi panjang. Oleh
karena itu, di Eropa tidak ada jaringan pipa gas yang tumpang tindih
sebagaimana di Indonesia. Selain itu harga gas bumi sampai di masyarakatpun
tidak beragam, sebab penyeragaman harga tersebut dapat dilakukan karena:
menerapkan monopoli terhadap kepemilikan jaringan pipa melalui exclusive right, meliberalisasi penggunaan (kapasitas) pipa yang dikenal
dengan third party access atau open access, dan meliberalisasi atau mengkompetisikan
para pemasok gas, serta menerapkan adanya Eligible
Consumers yaitu konsumen tertentu yang diperbolehkan membeli gas langsung
dari pemasok. Dengan demikian waluapun Eropa adalah bagian dari negara liberal,
adalah tidak mudah untuk menjadi pemain gas baru disana. Secara skematik
liberalisasi Gas Bumi di Eropa dapat diterangkan melalui Gambar-1, berikut
Hal
ini berbeda dengan kita di Indonesia yang Pancasila yang seharusnya lebih
mementingkan kepentingan rakyat dari pada kepentingan pemilik modal. Di
Indonesia jauh lebih mudah menjadi pemain gas baru, terbukti dengan makin
banyaknya trader. Tidak seperti di Eropa, dimana hanya Eligible Consumers (konsumen besar untuk kebutuhan sendiri dan
perusahaan distribusi gas) yang boleh membeli gas bumi dari pemasok. Di
Indonesia siapapun boleh membeli gas bumi dari para pemasok gas (dalam hal ini
adalah KKKS), dan proses penentuan pembeli gas dari pemasokpun tidak
transparan. Dengan penentuan pembeli gas bumi dari pemasok yang ditentukan
secara sepihak, tentu menimbulkan sulitnya pengaturan gas bumi di sektor hilir.
Prinsip-prinsip monopoli alamiah untuk efisiensi, penyeragaman harga dan
kepentingan rakyat menjadi sulit diterapkan. Alhasil, memungkinkan di satu kota
terdapat banyak perusahaan distribusi gas, selain itu banyak terjadi trader
yang telah mendapatkan pasok gas dari KKKS tidak mampu mendistribusikan gasnya
kepada konsumen akhir, sehingga terpaksa menjual gasnya kepada trader yang
lain, oleh karena itu timbullah transaksi trader bertingkat tingkat yang
menyebabkan inefisiensi dan tambahan biaya yang sebenarnya tidak perlu.
Liberalisasi
infrastruktur jaringan pipa juga melebihi Eropa, dimana di Eropa memegang teguh
prinsip natural monopoly dimana pengembangan jaringan pipa diprioritaskan kepada
perusahaan existing yang notabene
dulunya merupakan perusahaan milik negara yang diperkuat monopolinya melalui exclusive right. Di Indonesia siapapun boleh mengembangkan atau membangun
jaringan pipa, tanpa mempedulikan
efisiensi, sehingga perusahaan negara seperti Pertamina dan PGN pun
sulit mengembangkan jaringannya karena terbentur dengan regulasi. Sebagai ilustrasi,
bagaimana seharusnya pengembangan jaringan pipa gas yang mengikuti kaedah
efisiensi, dapat dijelaskan melalui Gambar-2.
Pada Gambar-2 berikut,
Badan Usaha X mempunyai jaringan pipa gas existing (warna merah), dimana
menyalurkan gas dari titik pasok A dan B. Sedangkan pipa putus-putus warna
hitam menunjukkan rencana pembangunan jaringan pipa. Jika sumber pasokan gas
yang diperuntukkan kepada rencana pengembangan jaringan pipa tersebut adalah
berasal dari sumber gas A dan B atau terletak di sebelah Barat, tentu akan
lebih efisien jika Badan Usaha Existing X yang mengembangkan. Dengan demikian
rencana jaringan tersebut tidak perlu dilelang atau dikompetisikan, melainkan
wajib dikembangkan oleh Badan Usaha Existing X, karena pasti akan lebih
efisien.
Untuk
membuktikan tatakelola gas bumi di Indonesia lebih liberal dari Eropa,
Tatakelola gas bumi di Indonesia sebagaimana diilustrasikan pada Gambar-3
berikut dapat dibandingkan dengan tatakelola gas bumi di Eropa sebagaimana
telah diilustrasikan pada Gambar-1 sebelumnya.
Peringkat Liberalisasi Gas
Bumi
Dengan
mempelajari liberalisasi gas bumi di berbagai negara, maka 3 nurutan Peringkat
Liberalisasi gas bumi di dunia adalah sebagai berikut:
1. Peringkat
Pertama adalah Inggris Raya
2. Peringkat
Kedua adalah Amerika Utara (Kanada dan Amerika Serikat)
3. Peringkat
Ketiga adalah Uni Eropa
Inggris Raya
Inggris
merupakan negara peringkat pertama dalam liberalisasi gas bumi. Di Ingris pipa
transmisi gas dimonopoli oleh National
Grid Plc, dan pada masing-masing negara anggota Inggris Raya, jaringan pipa
distribusi dimonopoli oleh hanya satu perusahaan. Dengan termonopolinya
jaringan pipa gas, maka Inggris dapat memisahkan kegiatan pengangkutan dan
niaga gas secara kepemilikan (ownership
unbundling). Jaringan pipa gas di Inggris dapat digunakan oleh siapa saja
dengan prinsip common carriage,
dimana setiap shipper mempunyai hak yang sama, tidak seperti prinsip open access dimana menganut prinsip first come first serve.
Amerika Utara
Hingga
saat ini, di Amerika Serikat, pemilik jaringan pipa distribusi lokal (LDC)
tetap menerapkan harga bundle (toll fee + komiditas) kepada pelanggan, meskipun
di beberapa negara bagian telah melakukan unbundling pada jaringan distribusi
sehingga LDC hanya menawarkan ongkos transportasi (toll fee) saja pada
jaringannya. Artinya di Amerika Serikat masih ada perusahaan distribusi gas
bumi yang melakukan 2 kegiatan sekaligus yaitu pengangkutan dan niaga, dengan
hanya menerapkan pemisahan pembukuan (accounting
unbundling), meskipun dibeberapa
negara bagian telah menerapkan pemisahan secara perusahaan (legal unbundling). Jaringan pipa di
Amerika Serika dapat digunakan oleh siapapun dengan prinsip open access, belum mencapai prinsip common carriage sebagaimana di Inngris.
Uni Eropa
Hampir
sama dengan Amerika Utara, kecuali bahwa jringan pipa dapat dimanfaatkan oleh
para shippers melalui prinsip third party access. Sedangkan pemisahan antara kegiatan pengangkutan dan niaga
dipisahkan secara bertahap melalui tahapan: accounting
unbundling, functional unbundling, legal unbundling dan ownership unbundling. Sebagaimana diamantkan dalam EU Gas
Directive 3, target akhir pemisahan pada jaringan pipa distribusi adalah legal unbundling, sedangkan pada pipa
transmisi adalah ownership unbundling.
Apa
sebenarnya yang ingin saya sampaikan dengan sedikit mengulas peringkat liberalisasi
gas bumi. Saya hanya pingin menyatakan: kalau melihat tatakelola gas bumi
Indonesia saat ini sepertinya ingin langsung ke peringkat satu yaitu Inggris.
Tetapi lupa bahwa kondisi Ingris jauh berbeda dengan Indonesia. Perbedaan yang
mendasar adalah: pertama, di Inggris jaringan pipa baik pipa transmisi dan
distribusi dimonopoli oleh satu perusahaan pada setiap negara, kedua, yang
dileberalisasi adalah pemasok gas dan kapasitas pipa gas.
Seharusnya,
liberalisasi ya bertahap, bagaikan kita sekolah mulai dari kelas 1 dan
selanjutnya. Jangan dong ujug-ujug langsung ke kelas tiga meniru Inggris, hanya
karena konseptornya belajar di Inggris. Tentu lebih masuk akal kalau meniru Uni
Eropa yang masih kelas 1, bahkan mungkin dari kelas 0 dulu, yaitu negara-negara
berkembang seperti: india, china atau Malaysia.
Demi
kemakmuran bangsa, demi tegaknya Pancasila, demi keadilan, regulasi gas bumi
harus diubah, disesuaikan dengan konstitusi, yang berpihak kepada rakyat, bukan
kepada para pengusaha.